Episode terakhir century (mungkin benar tapi juga mungkin salah)

(tulisan ini dibuat sehari sebelum penentuan sikap DPR/RI akan kasus century tapi nampaknya MEREKA udah lupa dengan peristiwa itu)


Polemik century benar – benar menyita perhatian hampir setiap elemen masyarakat di negeri ini. Bagaikan sebuah perayaan akbar, kasus bank century menjadi bahan pembicaraan mayoritas masyarakat dari diskusi di warung kopi sampai di gedung megah berlabel gedung nusantara. Nampak begitu fenomenal dan menjadi catatan tersendiri bagi Bangsa Indonesia dalam proses pertumbuhannya. Sangat menarik untuk dinanti episode apa ke depan yang akan ditemui oleh Bangsa yang terkenal dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika ini.

Salah satu bagian yang menarik adalah parodi bank century yang diaktori oleh para manusia pembawa aspirasi rakyat. Manusia pilihan yang telah lolos seleksi dalam gemerlapnya panggung politik. Layaknya sebuah parodi, manusia – manusia pilihan ini benar – benar bisa menjalankan tugasnya dengan sangat baik bahkan bisa dipastikan hampir mendekati sempurna. Bahkan mungkin aktor sekaliber Roy Marti pun saya yakin belum tentu bisa menjalankan tugas seperti ini. Tanpa skenario dan hanya didasarkan atas kemampuan berimprovisasi di atas panggung. Mungkin suatu saat penghargaan nominasi aktor terbaik tidak ada salahnya jika memasukkan para wakil rakyat kita di gedung nusantara.

Entah apa sebenarnya yang ada di dalam pikiran anggota dewan terhormat yang selama ini menyatakan diri sebagai wakil rakyat. Kalaupun memang tidak ada kawan atau lawan abadi dan yang ada hanya kepentingan abadi, kenapa kepentingan yang dibawa tidak didasarkan atas kemaslahatan umat. Hanya untuk kepentingan sebuah kelompok yang notabenenya hanya sebuah kepentingan partai, semua hal yang dimiliki anggota partai rela digadein untuk membela sang partai meski harus bersimbah darah sekalipun. Mungkin agak berlebihan tapi kalau coba kita cermati parodi century di episode akhirnya semakin jelas menampakkan mana itu kepentingan rakyat dan mana itu kepentingan partai. Semoga orang – orang terhormat di sana memiliki pikiran untuk menghapuskan apa itu yang disebut fraksi. Tidak penting dan entah di mana manfaatnya, yang saya rasakan fraksi hanya semakin menguatkan bahwa tidak adanya independensi para wakil rakyat itu.

Kalau coba kita cermati jalannya sidang paripurna yang pertama dan kedua tentunya semakin memperjelas begitu hebatnya akting para anggota pengemban amanah rakyat ini. Hari pertama bagaikan diskusi jalanan yang tidak jauh beda dengan pertengkaran anak seumuran SD. Jauh dari kata dewasa dan nampak begitu kekana – kanakan. Mungkin juga waktu kecilnya dulu para anggota wakil rakyat yang terhormat itu kurang begitu menikmati sehingga harus mengulangi di masa depannya. Hari kedua menunjukkan prestasi yang jauh luar biasa. Bagaikan berbalik arah, jalannya sidang paripurna kedua masing – masing pihak semakin sempurna dalam menjalankan perannya. Dari peran yang hitam, putih, dan abu – abu lengkap ada dalam episode terakhir kasus bank century.

Dan yang paling menyesakkan hampir semua media di seluruh negeri ini merasa sangat begitu penting untuk meliput atau membahas hampir setiap hari tentang perkembangan polemik century ini. Di satu sisi merupakan prestasi yang luar biasa bagi perkembangan pers di Indonesia tapi di sisi lain menjadi sangat dilematis saat hal – hal yang sebenarnya menjadi kebutuhan dasar bagi kepentingan masyarakat menjadi nomor sekian. Semakin jarang kita menemukan berita tentang mahalnya harga sembako, tak terjangkaunya pendidikan bagi rakyat kecil, pelayanan publik yang jauh dari kata optimal, dan masalah – masalah mendasar lainnya. Mungkin memang tidak salah kalau polemik bank century dikatakan sebagai masalah rakyat juga, tapi jika kita coba melihat secara lebih dalam lagi hanya masyarakat kalangan atas saja yang merasa perlu untuk memperjuangkan permasalahan ini.

Saya tidak pernah menyalahkan kondisi ini tapi saya sangat menyayangkan kenapa hanya masalah century saja yang mendapat perhatian begitu besar sedangkan masalah yang sebenarnya dibutuhkan dan begitu dekat dengan kebutuhan rakyat malah justru banyak terabaikan. Ada baiknya kita kembali menanyakan apa yang sebaiknya bisa kita lakukan untuk memperbaiki kondisi bangsa ini bukan semakin menambah beban yang ditanggung oleh Bangsa yang terkenal dengan keramahtamahannya ini. Mungkin tidak ada salahnya kita mengadopsi konsep 3 M Aa Gym, memulai dari diri sendiri, mulai dari hal yang kecil, dan memulainya dari saat ini. Semoga kita bisa mengambil hikmah disetiap kejadian yang kita lewati. Dan semoga episode terakhir dari kasus century ini bisa membawa Indonesia menuju ke arah yang lebih baik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Belajar dari “Ketidakbisingan” Yogyakarta

UN Berbasis Minat dan Bakat, Kenapa Tidak?

Imajinasi Percakapan Ayah dan Anak