Postingan

Menampilkan postingan dari 2017

UN Berbasis Minat dan Bakat, Kenapa Tidak?

Gambar
Polemik tentang Ujian Nasional (UN) sepertinya masih menjadi persoalan yang belum bisa terselesaikan. Diskusi tentang masihkah perlu UN menjadi standar evaluasi pendidikan dan penentuan kelulusan siswa nampak tetap menggeliat hingga saat ini. Padahal Mahkamah Agung (MA) pada 14 September 2009 telah mengeluarkan keputusan yang inkrah terkait dengan penghapusan UN ini. MA menyatakan pemerintah dianggap telah menjadi penyebab gangguan psikologis dan mental sebagai dampak adanya UN selama ini.                                          Gambar diambil dari http://edukasi.rakyatku.com/read/ 28417/2016/11/18/wacana- penghapusan-ujian-nasional-kembali-mengemuka Lantas apakah persoalannya ada pada UN atau justru sistem pendidikan secara keseluruhan yang belum mampu memenuhi amanat Undang-Undang Dasar 1945? Beberapa waktu yang lalu kita disuguhkan video viral tentang presentasi seorang pengacara di depan hakim, kritikan pedas tentang sistem pendidikan dalam video tersebut adalah jangan

Belajar dari “Ketidakbisingan” Yogyakarta

Gambar
Entah sudah berapa juta orang yang menuliskan kekagumannya terhadap Yogyakarta. Yang jelas daerah ini memang benar-benar istimewa, setidaknya itu yang saya rasakan setelah beberapa bulan berada di sini.  Gambar diambil dari : https://www.bakpiamutiarajogja.com/ category/aktifitas-bakpia-mutiara/ Sebagai seorang perantau saya merasa tergelitik untuk mencoba membandingkan kota ini dengan beberapa kota yang pernah saya tinggali. Tentu bukan dalam rangka menyudutkan atau mengugulkan satu daerah dengan daerah lain, karena saya selalu yakin setiap daerah memiliki kekhasannya masing-masing. Membandingkan capaian menurut saya akan membuat kita lebih obyektif dalam menilai prestasi yang telah kita capai. Weleh ngomong opo to aku iki 😅😅😅 Ada beberapa hal yang menurut saya menjadi capaian luar biasa dari Yogyakarta, setidaknya untuk aspek-aspek yang saya merasakan dengan betul bagaimana prosesnya sekaligus melihat hasilnya sehingga ada keberanian untuk memberikan pendapat, ya mes

Mungkin ini Penyebab Korupsi tak Pernah Mati di Negara ini. (Bagian 1)

Gambar
Kawan kalau berkenan mohon menjawab pertanyaan saya dalam tulisan ini nggeh. Ini bukan soal CPNS atau rekrutmen BUMN, pertanyaan ini hanya sekedar ungkapan hati dari buruh NGO seperti saya yang ingin berbagi "kenyataan." hhee SATU Jika anda akan menjadi kepala sekolah kemudian sebelum pengumuman anda ditelpon oleh oknum dan diminta membayar sekian puluh atau ratus juta, apa yang akan anda lakukan?  a. Membayar sesuai keinginan oknum b. Nego harga sesuai dengan kemampuan keuangan anda c. Menolak dengan tegas karena hal ini merupakan praktik KKN Tidak sulit kan untuk menjawabnya? Iya saya yakin pada soal ini kawan semua pasti menjawab opsi "c." Dan saya yakin mayoritas orang Indonesia akan dengan mudah menjawab pertanyaan ini. Kemampuan menjawan soal yang tidak usah diragukan lagi. Sayangnya, pertanyaan ini tidak mudah dijawab dalam kondisi nyata. Banyak oknum Kepala Sekolah di negara ini yang lahir dari "rahim" transaksi seperti di opsi a a

Rendahnya PENYERAPAN bukan PENGHEMATAN

Gambar
Kangmas dan Diajeng, mohon ijin share sedikit pengetahuan yg ditunjang dengan pengalaman saya terkait pemahaman penyerapan anggaran di suatu daerah. Menjadi buruh NGo sejak tahun 2012 membuat saya sedikit memahami fenomena ini. Dahulu, saya seringkali reaksioner melihat kenyataan bahwa salah satu indikator berhasil tidaknya suatu daerah (lebih tepatnya K/L/D/I) adalah terkait kemampuan mereka dalam menyerap anggaran. Logika awam saya waktu itu, kalau memang sisa ya jangan dihabisin kan negara bisa hemat. Aneh sepertinya kalau indikator keberhasilan didasarkan pada kemampuan membelanjakan uang negara. Maka jangan heran dulu, sebelum para oknum ASN yang merangkap profesi sebagai koruptor bebas melaksanakan aksinya, diakhir tahun proyek menumpuk. Gak tahu gimana caranya yang terpenting uang negara habis. Itulah salah satu alasan kenapa saya begitu reaksioner dengan pendekatan ini, karena memaksa orang secara tidak langsung untuk berperilaku korup. Semakin ke sini saya semakin

Andaikan Cina itu Xiaomi dan Amerika itu Apple

Gambar
Beberapa hari yang lalu, saya share berita yang saya anggap berita positif tentang keberanian pemerintah terkait IUPK Freeport. Respon teman-teman yang komen menarik, setidaknya ada tiga macam komen yang dapat saya simpulkan. Pertama mendukung kebijakan tersebut, kedua mencaci dan berpikir akan pindah ke tangan Cina, serta yang ketiga tidak mendukung dan mencaci tapi berharap Indonesia bisa mengelola tambang tersebut secara mandiri. Setiap ada yang komen intinya lari ke Cina, saya selalu bertanya mana yang lebih baik untuk Indonesia, Cina atau Amerika? Dan sayangnya tidak ada yang mau menjawab. Saya paham arahnya, hanya memang tidak bisa dinafikkan bahwa kekuatan ekonomi terbesar di dunia ini hanya tinggal dua, Cina dan Amerika. Gambar diambil dari : https://blogs-images.forbes.com/ewanspence/f iles/2015/02/iphone6_xiaomimi4_02.jpg?width=960 Saya coba berandai-andai berbicara tentang kebijakan Cina dan Amerika dengan membandingkan dengan cara bisnis kedua merk hp ternam

Pelayanan (Oknum) ASN vs Pegawai Bank

Gambar
Mencoba membandingkan. Jika kita coba cermati lebih detail lagi, salah satu Bank BUMN, Bank BRI sebelum tahun 2000-an hanya dianggap sebagai bank "kampung" yang standar pelayanannya jauh dari kata profesional. Namun setelah era reformasi, Bank BRI bertransformasi menjadi Bank yang sangat ramah dan profesional pelayanannya.  Pengalaman saya bekerja di Bank Mandiri juga demikian, setiap karyawan seperti benar-benar paham jika semua perbuatan fraud adalah hina, keji dan sangat tidak pantas untuk dilakukan. Hampir semua rekan saya, saat di CBC Mandiri, menolak saat diberikan "upeti" bahkan sampai dilarang menerima kue sekalipun dari nasabah. Entah doktrin apa yang diberikan, tapi mereka benar-benar paham bahwa fraud benar-benar tidak boleh dilakukan. Karena kesejahteraan kah? Saya pikir tidak juga, gaji pegawai bank dari level clerk sampai officer sebenarnya tidak besar-besar amat. Saya coba bandingkan dengan gaji PNS. Standar gaji PNS plus tunjangan-tunjangan