Postingan

Menampilkan postingan dari 2013

Tentang Pecel Ayam

Gambar
Harga suatu barang ditentukan oleh mekanisme pasar. Begitulah kira-kira yang saya ingat dari beberapa teori ekonomi yang pernah saya pelajari. Teorinya siapa ini, saya juga lupa pastinya.hhe. Tapi kalau tidak salah teorinya Mbah Smith. Beberapa hari yang lalu saya tidak sengaja membicarakan fluktuasi konsumen dalam satu bulan penjualan pecel ayam di Kendari. Tentu dengan si Mas Penjual yang sudah pasti orang Jawa Timur. Celetukan saya pertama adalah “tumben kok sepi Mas ?” Kemudian si Masnya menjawab “iya mas, kalau menjelang tanggal 25 biasane sepi. Engko tanggal 25 ke atas biasane rame maneh. Tengah ulan sepi maneh.” Pembicaraan kemudian berlanjut tentang harga bahan pokok dari bisnis kuliner yang hampir ada di setiap penjuru Indonesia ini. Saya bertanya ke Mas Penjual, “Emang regane harga pokok neng Jawa karo neng Kendari bedo adoh Mas? Soale kok bedone adoh banget rego pecel lele neng kene karo neng Jawa,hhe.” Si Mas Penjual kemudian menjelaskan hal yang menurut saya sangat m

Tentang Pendidikan

Gambar
Beberapa hari yang lalu saya membaca tulisan media nasional tentang plagiarisme dalam dunia pendidikan. Bukan merupakan sesuatu hal yang baru memang, tapi saya tertarik membaca tulisan itu karena yang bersangkutan adalah dosen tempat saya menuntut ilmu.hhe. Malu pasti, tapi inilah realitas dunia pendidikan di Indonesia. Penjahat atau mafia berkedok guru besar, profesor atau gelar prestise lain masih cukup mudah kita temukan di institusi yang katanya tempat orang-orang idealis ini. Saya juga yakin, bukan hanya di kampus saya fenomena ini terjadi. Kampus-kampus lain pun tidak jauh berbeda kondisinya. Menemukan plagiator dalam dunia pendidikan adalah suatu hal yang mudah. Dalam beberapa kasus malah bersifat traksaksional,hhe. Memahaminya memang harus komprehensif, kenapa seorang yang sering kali kita anggap sebagai tauladan dalam bidang keilmuwan melakukan hal busuk seperti itu. Kenyataan bahwa dunia pendidikan di Indonesia masih sangat minim penghargaannya terhadap karya,

Tentang Zaman dan Kebenaran

Gambar
Kata orang berpikir mendalam, kontemplasi, merenung atau kata-kata sepadan lainnya. Tapi kalau kata saya ini disebut Ndleming Setiap zaman punya ciri khasnya masing-masing. Merenungi kalimat sederhana ini memang terkesan mudah. Dan saya yakin hampir setiap orang pasti mengamini pernyataan ini. Karakter, identitas, ego, dan keinginan untuk beda dengan yang lain menjadi alasan hampir setiap orang setuju bahwa setiap zaman punya ciri khasnya masing-masing. Jarang dan bahkan hampir tidak ada angkatan dalam suatu perkumpulan baik di segala tingkat pendidikan menjelekkan angkatannya sendiri. Saling mengunggulkan dan bahkan tidak jarang jadi bumbu perang angkatan,hhe. Aktivis angkatan ’66 tidak mau disamakan perjuangannya dengan angkatan ’98, dan begitu seterunya. Pun begitu dengan ujian hidup. Ujian hidup berkembang sesuai dengan zamannya. Meskipun ujiannya itu-itu saja, tapi peran setan untuk mem- packaging -nya sangat mengikuti perkembangan zaman. Tujuannya jelas, menjauhkan manu

Jika pada akhirnya

Gambar
Pengalaman mengajarkan kita akan banyak hal. Tentang bahagia, tentang susah, tentang mendapatkan, tentang kehilangan, tentang kekayaan, tentang kemiskinan, dan tentang kehidupan yang lainnya. Memahaminya sebagai suatu hikmah memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Akan selalu ada bekas di setiap perjalanan hidup kita. Dan biarkan waktu yang memaksa kita untuk menjadi pribadi yang lebih baik atau justru sebaliknya. Menjadi lebih bijak adalah harapan setiap orang. Pun begitu denganku, berharap saat ini dan ke depannya bisa lebih bijak dalam memaknai kehidupan. Dan jika dalam perjalanannya aku harus berbelok, atau bahkan seringkali berhenti di jalan, aku harap itu adalah rangkaian perjalanan, bukan dari akhir perjalanan. Jika perjalan itu sampai pada episode dengan seseorang aku harus menjalaninya, aku berharap dia bisa menjadi pengingat saat aku salah, menjadi penyemangat saat aku jatuh, menjadi sahabat saat dunia terasa begitu berat. Jika pada akhirnya itu kamu, aku

Tentang Identitas

Gambar
“Rief suaramu kok medok sekali ya, Rief kamu kok katrok sekali ya, Rief kamu kok ndeso sekali ya.” Kata-kata tersebut sering terdengar di telinga saya,hhe. Tepatnya saat saya mulai memasuki dunia per-SMA-an. Perubahan dari SMP di desa dengan SMA di kota membuat nada suara saya asing bagi teman-teman baru saya :D. Dan kenyataan itu masih harus saya terima sampai saat sekarang. Entah kenapa, karakter suara saya tidak bisa dilepaskan dari keseharian tempat saya dilahrikan. Sebenarnya saya tidak sedang bermaksud menulis tentang ciri-ciri saya, hanya saja petikan sapaan-sapaan itu sepertinya menggambarkan tentang apa yang sedang ada dalam benak pikiran saya. Tentang identitas saya, anda, dan kita sebagai warga negara Indonesia. Sebenarnya saya sedang muak melihat fenomena yang ada di negara ini. Fenomena penonton alay, fenomena boy band atau girl band, fenomena pemerkosaan, fenomena kegadget-gadgetan, atau fenomena sinetron yang tak masuk akal. Entah sudah berapa banyak tulisan seseo

Nama Beliau Sarmiyati

Gambar
Sarmiyati. Begitulah nama beliau, hanya satu kata yang sebenarnya saya sendiri juga tidak tahu apa makna nama beliau. Saya hanya hanya tahu, nama itu diberikan oleh almarhum kakek dan nenek saya. Tidak ada yang tahu pastinya, kapan beliau lahir. Dipan dimana kakek dan nenek menuliskan tanggal kelahiran beliau sudah habis dimakan rayap. Hanya saja beliau bilang “Kalau tidak salah Ibu lahir tanggal 18 Maret 1956.” Beliau adalah ibunda saya, cerminan perempuan Jawa tulen yang lahir di era ‘50an. Lahir di saat maraknya organisasi berlambang clurit berkeliaran mencari massa di daerah, tak terkecuali kampung halaman beliau. Lulusan Sekolah Rakyat, itulah satu-satunya pendidikan yang pernah beliau rasakan. Seperti pada umumnya perempuan Jawa, Ibunda saya nampak sedikit ortodoks dengan wawasan beliau yang memang terbatas. Terlihat agak galak, saat anak-anaknya nakal dan susah diatur,hhe. Namun beliau sangat penyayang, meski terhitung amat jarang mengucapkan kata sayang. Beliau adal

Menikahlah karena Allah

Gambar
Sejujurnya saya juga belum tahu-menahu tentang makna kata ini, “menikah.” Tapi perjalanan hidup membuat saya mau tidak mau harus memaknai dan memahami kata ini lebih dalam lagi,hhe. Bukan dalam rangka berpujangga atau kata-kata sepadan lainnya, tulisan ini hanya ungkapan dan jawaban atas keraguan dari berbagai pertanyaan yang seringkali memengaruhi sistem kerja otak saya. Setiap orang pasti pernah memiliki rasa yang biasa dikenal dengan cinta. Termasuk cinta dengan lawan jenis, kalau yang tidak pernah justru saya malah yang khawatir :p. Bisa jadi itu indikasi perilaku menyimpang.hhe. Jutaan karya tercipta di dunia ini hanya oleh satu kata “cinta.” Entahhh, saya juga tidak paham kenapa, tapi kata ini seperti memiliki karisma yang begitu tinggi. Yang jika seseorang telah merasa miliki rasa ini, daya ikatnya begitu kuat. Berawal dari pertanyaan yang seringkali membuat saya bingung sendiri, apakah landasan sepasang mahluk hidup yang bernama laki-laki dan perempuan menikah? Karena

Jangan Pernah Berhenti !

Gambar
Tak semua pertanyaan ada jawaban. Atau lebih tepatnya tak semua pertanyaan jawabannya sesuai dengan yang kita harapkan. Sebuah kenyataan bahwa semakin lama kita hidup, akan semakin banyak hal yang akan kita temukan.  Ada hitam, ada putih, dan pasti ada abu-abu. Menjadi apa kita diantara salah satu dari ketiga pilihan itu, adalah mutlak hak preogratif kita. Ketiganya memiliki kesempatan yang sama untuk kita pilih, hanya seringkali menjadi hitam atau abu-abu lebih menyenangkan dibanding menjadi putih. Hidup dan kehidupan memang senantiasa membawa kita pada suatu pencarian. Pencarian akan pertanyaan-pertanyaan hidup. Tak semua jawaban bisa kita mengerti, tapi yang harus kita yakini bahwa Allah tidak pernah mendesain suatu kejadian dengan tanpa alasan. Pertanyaan-pertanyaan hidup yang membuat kita mengambil keputusan kemana harus melangkah. Pertanyaan-pertanyaan hidup juga yang membuat kita berhenti untuk melangkah. Hidup tak selamanya sesuai dengan yang kita inginkan, tapi

Hanya Perlu Terus Melangkah !

Gambar
Hari ini, pertanyaan besar dalam hidup saya mulai terjawab. Pertanyaan sederhana, pertanyaan yang selama ini seringkali membuat saya bingung mencari jawabannya, masihkah ada orang tulus di negara ini? Tulus dalam arti yang sebenarnya. Tak mengharap apapun dari apa yang dilakukannya kecuali kompensasi akherat. Suap-menyuap bukanlah kata-kata baru dalam hidup saya. Dari hampir semua level pendidikan yang pernah saya alami, saya sudah mengenal istilah ini berikut dengan contoh-contohnya. Tapi entah kenapa, hari ini saya begitu gemetar dan miris saat mendengar kata ini terucap oleh seseorang yang dalam hatinya, saya yakin beliau adalah orang yang baik. Beliau adalah pelaku dari proses itu. Dan karena itu saya baru pertama kali mendengar kata ini dari seorang pelaku yang terlibat secara langsung. Pengadaan barang dan jasa, kurang lebih itulah dunia yang sedang saya geluti. Bukan sebagai pelaku, bukan juga sebagai pemerintah, saya hanya ditugasi untuk melakukan program pendampi

Belajar Mengenal Hidup

Gambar
20 Januari 2013, 07:48 Wib Abdi masyarakat, dua kata ini yang dulu ada di gambaran saya tentang siapa itu PNS. Pengabdian biasanya identik dengan ketulusan dan entah terhipnotis oleh apa, saya selalu mengagumi orang-orang yang tulus di dunia ini. Merasa mereka adalah puncak dari capaian kebahagiaan yang oleh karenanya saya merasa perlu untuk mencotoh kehidupannya. Jika boleh sedikit bercerita meskipun keinginan jadi PNS itu tidak begitu mendominasi, tapi saya punya keinginan yang lebih terhadap individu-individu yang berstatus PNS. Karena merasa merekalah yang seharusnya bertanggungjawab pada perjalanan birokrasi di negara ini. Kesempatan itu tiba, saya bisa mengenal secara lebih kehidupan PNS tanpa harus menjadi bagian yang terikat seperti mereka. Tepatnya saat saya ada program pendampingan terkait dengan reformasi pengadaan barang dan jasa di daerah. Rasa ingin tahu yang agak berlebihan mengantarkan saya pada hal-hal baru yang di luar nalar dan kata hati saya. Tentu tidak s