Selamat Jalan...


Beberapa hari sebelum lamaran, saya masih ingat betul istri saya pesan panjang lebar terutama saat berhadapan dengan Papa, calon mertua saya saat itu. Tentang aturan duduk, tidak boleh "jigang," atau jangan sampai konyol pakai topi dalam ruangan, lebih parah lagi memakai jas tapi datang dengan sepeda motor. Sekali kesan pertama jelek di mata beliau, tak akan mudah bagi saya untuk mendapatkan restu beliau. Padahal saat itu yang paling saya takutkan adalah menjelaskan profesi saya sebagai buruh NGO kepada beliau. Datang sendirian dari Kota Kendari, wahh kenangan yang tak akan pernah terlupakan. Alhamdulillah beliau tidak ada masalah dengan profesi yang saya tekuni.

Selama menjadi mantu, sesekali beliau minta untuk diantar ke rumah kakak ipar atau ke rumah kerabat. Sekedar silaturakhim atau memang ada keperluan yang penting. Dan yang selalu saya ingat adalah setiap kali berdua di dalam kendaraan, beliau akan bercerita dengan sangat detail, apapun tema yang pada saat itu beliau ingin ceritakan. Masa muda, karier, sejarah, perkembangan Kota Jogja, sepakbola dan sesekali tentu kondisi perpolitikan Indonesia. Dan saya cukup menjadi pendengar yang baik, sambil "membantin" masya Allah diusia yang sudah sangat sepuh daya ingat beliau sungguh luar biasa. Bahkan untuk menyebutkan aktor, pemain idola, posisi, jabatan dan lain sebagainya beliau hampir tidak ada kesulitan. Apalagi sekedar menyebutkan nama-nama anak dan cucuk serta cicit, bukan urusan yang susah bagi beliau.

Prediksi saya, kenapa beliau daya ingatnya masih sangat baik adalah karena kebiasaan beliau yang suka membaca.

Tentang kuliner, ahhh ini adalah poin yang saya sangat kagum dengan beliau. Beliau adalah tipikal pribadi yang memiliki cita rasa sangat tinggi. Di usia hampir 85 tahun, semua jenis makanan dilahap beliau. Teori kedokteran sepertinya tak berlaku untuk beliau, tidak ada pantangan makanan sama sekali, daging, sayur, ikan, ahhh sungguh bahagia melihat nafsu makan beliau.

Teramat banyak kenangan yang tak akan pernah terlupakan, meski saya hanya beberapa tahun saja membersamai beliau. Kedisiplinan, ketegasan dan konsistensi adalah tiga hal yang akan selalu saya kenang dalam perjalanan hidup saya ke depannya. Maaf ya Pa, belum bisa membuat jenengan bangga dengan pilihan hidup saya dan Dek Rani. Terima kasih untuk segala petuah, pelajaran hidup dan tauladan yang jenengan berikan ke kami. Semoga kelak, Allah berkenan mempertemukan dan mengumpulkan kita di surga Allah. Aamiin ya Rabb...

Selamat jalan Pa, kami sayang Papa
Sumenep, 8 Juli 2019.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Belajar dari “Ketidakbisingan” Yogyakarta

UN Berbasis Minat dan Bakat, Kenapa Tidak?

Imajinasi Percakapan Ayah dan Anak