Belajar Memungut Sampah


Ada satu peristiwa yang tidak akan pernah saya lupakan saat national staff meeting beberapa hari yang lalu. Bukan tentang berita baik atau buruk, tidak pula dengan genggap gempita capaian program yang luar biasa. Tapi tentang teladan yang diberikan Big Boss tempat di mana saya berkarya saat ini.

Terus terang saya tidak kenal secara personal, hanya pernah sedikit berbincang dan main tenis meja bersama saat di hotel. Selebihnya, level saya dan beliau teramat jauh untuk dijangkau. Hhee. Beliau adalah direktur dari kontraktor yang dipercaya Pemerintah Australia untuk mengimplementasikan program INOVASI di Indonesia. Tak perlulah saya jelaskan siapa nama lengkapnya, cukup inisial beliau saja, yaitu RP. Beliau dari Australia tapi kemampuan berbahasa Indonesia sangat baik, pilihan katanya keren. Meski masih sering juga menggunakan bahasa asing untuk melengkapi setiap gagasan beliau. Dan peristiwa ini Gaess yang tak akan pernah saya lupakan.

Pasca berbagai macam selebrasi dari event outbound yang diselenggarakan, mayoritas staf sibuk dengan aktivitas narsisnya, ada yang berfoto ria, ngevlog, dan tentu saling menikmati kehangatan antartim dengan saling melempar tepung warna. Saya termasuk di antaranya. Meski saya salah satu yang memilih untuk cepat mengakhiri selebrasi karena satu dan lain hal.

Tepat saat saya sedang memakai sepatu, ada sosok lelaki berkacamata, tinggi besar, dan berkepala plontos tanpa basa-basi mengambil kantong plastik dan memunguti semua sampah bekas kegiatan outbond. Tahu gak Gaess beliau siapa? Beliau adalah orang dengan jabatan tertinggi pada whole staff meeting kemarin. Rasanya seperti ditampar, super malu. Sontak saya langsung membantu secepatnya. Bukan karena mencari muka, tapi persoalan panggilan hati nurani atas tauladan yang diberikan pimpinan. Meski panitia beberapa kali mengingatkan agar peserta tidak perlu membersihkan karena pihak hotel yang akan membersihkan, beliau dengan santainya tetap memunguti sisa sampai sampai tak tersisa. Teladan Pak RP benar-benar luar biasa.

Mayoritas kita masih berpikiran saat membayar hotel bintang lima dengan harga yang mahal, kita akan mendapatkan segala hal fasilitas dan pelayanan. Dan memang hal tersebut wajar. Tapi peristiwa kemarin mengajarkan saya, bahwa tak seharusnya kita berperilaku "sok-sokan" layaknya raja meski kita berhak mendapatkan layanan istimewa. Beliau memilih untuk biasa saja dengan jabatan beliau termasuk tak sungkan memungut sampah. Sepertinya budaya membuang sampah di tempatnya, sudah mendarah daging dalam pribadi beliau.

Pukulan keras bagi kita yang terkadang serba minta dilayani saat berada di hotel berbintang. Tak sungkan mengeraskan suara atau berwajah masam saat pelayanan yang diberikan tidak sesuai yang diharapkan. Malas membersihkan sampah selesai makan, membiarkan kertas berserakan di atas meja selesai pertemuan atau enggan merapikan gelas atau piring saat coffee break selesai. Ya saya termasuk salah satunya. Setelah peristiwa ini saya akan berusaha memperbaiki diri, motivasinya bukan untuk dilayani tapi meringankan beban staf hotel. Padahal ajaran seperti ini, seharusnya umat Islam dan Bangsa Indonesia yang lebih banyak mempraktikannya. Hiksss ๐Ÿ˜ญ๐Ÿ˜ญ๐Ÿ˜ญ

Terima kasih Pak RP telah mendidik kami dengan tauladan yang jenengan berikan. ๐Ÿ™๐Ÿ™๐Ÿ™

Sekian

NB :
Tentang Whole Staff Meeting INOVASI di Hyatt Jogjakarta.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Belajar dari “Ketidakbisingan” Yogyakarta

UN Berbasis Minat dan Bakat, Kenapa Tidak?

Imajinasi Percakapan Ayah dan Anak