Kebahagiaan Buruh NGO


Bismillah...
Bingung mulainya dari mana,hhee. Yang jelas ingin sekali membagi kebahagiaan dengan menulis ini dan menge-tag Kang Ikbal dan Rekan-Rekan semua. Hapunteun pisan sebelumnya. Ceritanya gini Gaesss..

Tadi pagi, sehabis sholat shubuh dan kajian dalam rangka tarhib ramadhan, saya duduk di serambi masjid sambil minum kopi sekalian nunggu hujan reda. (Gak penting banget ya diceritakan πŸ˜…). Ada Bapak yang mendekati nanya ini - itu. Sampai pada satu kesempatan gantian saya yang nanya, tentang kesibukan beliau di mana. Dan dari sinilah kebahagiaan itu dimulai.

Beliau bekerja di Setda Bagian Pembangunan yang secara khusus menangani urusan pengadaan barang dan jasa. Saya seketika langsung pasang mimik penuh dengan antusiasme, sambil senyam-senyum dalam hati. Hhaaa. Beliau cerita panjang kali lebar, kali tinggi, tentang pengadaan barang dan jasa. Semua cerita beliau tersebut, melemparkan saya pada kenangan bersama Kang Ikbal dan Rekan-Rekan, punteun agak berlebihan penggunaan istilahnya πŸ˜….

Tapi beneran Kang, saya sampai catat beberapa poin penting dari cerita Bapak tersebut, di antaranya :

Pertama : Bentuk Lembaga ULP
Entah berapa kali kita FGD membahas ini, mungkin puluhan. Yang jelas sampai hampir bosan kita mendiskusikan hal ini. Sesekali bahkan perdebatan yang mengarah pada keributan menjadi bagian tak terpisahkan dalam rutinitas ini. Saya pribadi dan Abi tentunya, tidak akan pernah lupa berdebat tentang hal ini, sampai mau diusir waktu di Sulawesi Tenggara. Hhaa. Membekas banget πŸ˜…. Dan semua perdebatan itu berakhir dengan kebahagiaan bahkan setelah bertahun-tahun saya tidak berkecimpung dalam dunia ini. Desain organisasi ULP yang saat itu kita upayakan, dijadikan template bagi hampir seluruh Daerah di Indonesia saat ini, tidak terkecuali Kabupaten Sumenep. Tak ada lagi bias tafsir dan makna tentang ULP "Permanen Berdiri Sendiri." Bisa dibayangkan Kang, waktu saya mendengarkan penjelasan Bapak waktu bercerita tadi. Hhaa, saya bahagia pokoknya Kang.

Kedua : Official Lawyer
Kedua tentang persoalan hukum. Saya ingat betul waktu bersama Ili mendampingi Jawa Barat, ada salah satu pejabat yang tersandung kasus hukum berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa. Beliau yang tersandung tersebut, harus berjuang sendiri tanpa ada bantuan yang signifikan dari Pemerintah Daerah. Biro Hukum tidak bisa banyak membantu, karena di luar kewenangan. Alhasil, Bapak Pejabat tersebut, layaknya "tumbal" yang harus menyelesaikan kasus sendiri, dengan segala konsekuensi hukum yang akan dihadapi tentunya.

Kita bareng-bareng mendorong agar setiap kontrak harus ada legalisasi dari praktisi hukum agar jika ada persoalan, tidak serta-merta menjerat Pejabat atau Pokja yang terkadang tidak tahu-menahu masalah utamanya. Selain itu, kita juga mendorong agar pemerintah menganggarkan secara khusus untuk meng-hire tenaga ahli hukum sebagai antisipasi sewaktu-waktu ada persoalan hukum menjerat Pokja ULP, PPKo atau PA dan KPA.

Seperti deja vu rasanya Kang, saat si Bapak cerita bahwa desain pembelaan hukum di ULP saat ini dirancang untuk seperti yang kita advokasi kala itu. Termasuk di dalamnya penganggaran tenaga ahli hukum. Dan sayapun kembali senyam-senyum Kang. Hhaaa.

Ketiga : Prasyarat PA (Kadis dan Kaban - eselon II) harus memiliki sertifikat.
Pokja dan PPK seringkali menjadi "korban" saat ada persoalan mengenai pengadaan barang dan jasa. Saat perumusan "maturity model ULP" di Jawa Barat dulu, kita menemui kasus seperti ini Kang. Sampai saking penasarannya, saya ketemuan sama ICW Jabar untuk mengorek kasus-kasus pengadaan di Jabar. Hhaaa. Dan kita mengusulkan agar setiap pejabat eselon II harus paham urusan pengadaan barang dan jasa, paling tidak lulus sertifikat PBJ.

Dan untuk ketiga kalinya, saya senyam-senyum lagi Kang. Hhaaa. Ternyata prasyarat tersebut, hasil penjelasan Bapak yang minum kopi bareng saya sambil menunggu hujan reda tadi pagi πŸ˜…, di tahun 2022 (kalau tidak salah) akan menjadi salah satu prasyarat wajib bagi calon pejabat selain diklat PIM II. Makin sumringah pokonya saya Kang mendengarkan cerita beliau. Hhhee.

Perencanaan dan Aset yang selaras dengan rencana pengadaan serta implementasi jabatan fungsional untuk tenaga ahli pengadaan barang dan jasa juga tidak jauh dari yang kita advokasikan. Alhamdulillah pokoknya Kang, ikut senang mendengarkan cerita dan perkembangannya. Pasti bosan ya Kang dan Rekan-Rekan baca tulisan saya? Hhhaa. Hapunteun pisan. Semoga panjenengan sedanten merasakan hal yang sama saat mendengar cerita ini.

Memperjuangkan sesuatu hal yang dipandang sebelah mata atau bahkan tidak penting di mata orang tentu bukan perkara yang mudah. Jelas kita saat itu merasakan bagaimana susahnya mengadvokasi semua hal di atas. Diremehkan, dihina, disepelekan atau bahkan diusir menjadi bagian yang tak terpisahkan. Hhee. Tapi itulah seninya. Kita mungkin bukan satu-satunya yang berjasa atas semua ini, tapi yang jelas kita ikut berkontribusi dalam semua capaian ini, entah sedikit ataupun banyak. Yang jelas, saya bahagia dan bersyukur bisa menjadi bagian proyek ini. Semoga Kang Ikbal dan Rekan-Rekan semua, senantiasa sehat dan istiqomah berkarya di manapun berada.

Salam rindu dari Sumenep.
Masjid Darussalam, 28 April 2019.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Belajar dari “Ketidakbisingan” Yogyakarta

UN Berbasis Minat dan Bakat, Kenapa Tidak?

Imajinasi Percakapan Ayah dan Anak