Celoteh tentang Tumpang Pitu, Pulau Merah dan Bupati Anas (Tiga)

Lanjutan (lagi)….

Jadi bagaimana status ijin usaha pertambangan PT. Bumi Suksesindo (BSI)? Saat ini BSI telah mengantongi IUP Operasi Produksi berdasarkan Keputusan Bupati Banyuwangi Nomor 188/547/KEP/429.011/2012 tanggal 9 Juli 2012. Selain ijin tersebut, BSI juga memiliki izin prinsip pinjam pakai kawasan hutan nomor S. 317/Menhut-VII/2012 tanggal 25 Juli 2014. Dan ada beberapa ijin pinjam pakai kawasan hutan lainnya yang saya juga masih belum paham kontennya seperti apa. Mungkin dulur-dulur ono info sing lebih detail monggo dishare. 

Selain BSI, ada juga anak perusahaannya yang telah memperoleh IUP Eksplorasi, namanya PT. Damai Suksesindo berdasarkan Keputusan Bupati Banyuwangi No. 188/930/KEP/429.011/2012 tanggal 10 Desember 2012. Lantas kenapa BSI begitu mudah mendapatkan IUP Operasi Produksi dibandingkan dengan PT. IMN? Padahal secara regulasi UU No. 4 Tahun 2009 pihak IMN yang seharusnya lebih diprioritaskan. Sejauh ini saya juga masih belum tahu alasan sebenarnya. 

Informasi terbaru Gunung Tumpang Pitu ditetapkan sebagai obyek vital nasional oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI sesuai dengan SK Menteri ESDM No. 651K/30/MEM/2016. Total luas wilayah yang menjadi obyek vital ini kurang lebih adalah 5.000 hektar. Ya ya ya.. semua itu semakin memantapkan saya bahwa Gunung Tumpang Pitu benar-benar ingin dikeruk emasnya. Dari hasil informasi yang saya kumpulkan PT. Bumi Suksesindo (BSI) adalah salah satu anak perusahaan dari Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) yang sahamnya dikuasai oleh PT. Saratoga Investama Sedaya Tbk dan Invindent Capital Indonesia yang keduanya didirikan oleh Sandiago Uno dan Edwin Soeryadjaya. Selain kedua tokoh tersebut ada juga nama AM. Hendropriyono sebagai presiden komisaris pada perusahaan tersebut. 

Pertanyaan sederhana selanjutnya adalah kenapa Bupati Anas mengeluarkan IUP Operasi Produksi di awal terpilihnya beliau ditahun pertama? Di sisi lain beliau gencar mengampanyekan pariwisata di Banyuwangi selatan. Tentu bagi kita yang concern dengan Banyuwangi beberapa tahun terakhir tidak asing dengan agenda surfing internasional yang diselenggarakan di Pulau Merah, banyak turis wira-wiri di desa yang dulunya tidak pernah dilirik oleh wisatawan domestik sekalipun. Susah menerima jawaban yang rasional apalagi bagi kita yang tahu persis kondisi di sekitar daerah tersebut. 

Alasan klasik kesejahteraan dan berhubungan dengan hajat hidup orang banyak? Ahhhh,, saya tidak terlalu bodoh untuk mengerti kondisi yang sebenarnya. Cobalah kawan kita lihat kondisi ekonomi Banyuwangi selatan, terutama Kecamatan Pesanggaran dan sekitarnya saat ini. Maaf bukannya sombong, tapi saya hampir sulit mencari rumah jelek di kawasan Banyuwangi selatan. Kondisi ekonomi mayoritas di wilayah Banyuwangi selatan meningkat sangat drastis semenjak petani beralih dari tanaman padi ke buah naga dan jeruk. Rumah “gedek” yang dulu mudah ditemui, sekarang susah saya menemukannya. Jadi sebenarnya kalau alasannya untuk kesejahteraan rakyat Banyuwangi, wabil khusus warga Banyuwangi selatan saya ragu dengan alasan tersebut. 

Sebagai orang yang berlatar belakang keilmuwan politik, saya bisa memberi pandangan bahwa sangat mungkin ada transaksi politik di balik ijin yang diberikan oleh Bupati Anas ke PT. BSI dan PT. DSI. Mengapa? Jika pada awal terpilihnya Bupati Anas pada tahun 2011 dan pada tahun 2012 berani mengeluarkan IUP Operasi Produksi pada perusahaan baru, dan bahkan melupakan regulasi UU No. 4 Tahun 2009 yang seharusnya menjadi prioritas adalah PT. IMN, menurut hemat saya Bupati Anas sangat berani mengambil risiko. Apalagi potensi di Banyuwangi masih sangat banyak yang lebih minim risiko, baik risiko kerusakan alam maupun konflik horizontal. Lihatlah, kita bisa melihat potensi maritim, Muncar adalah penghasil ikan terbesar kedua di indonesia setelah Bagan Siapi-api. Ada potensi pertanian yang sungguh luar biasa jika dioptimalkan, dan tentu ada potensi pariwisata yang tidak kalah dengan Bali jika benar-benar dikelola dengan optimal. 

Saya adalah orang yang sangat mengagumi karier politik Bupati Anas, politikus muda yang inspiratif bagi saya. Tapi saya harus waspada dengan kebijakan mengenai kegiatan pertambangan ini. Sudah banyak yang upload bagaimana cekungan hasil penambangan di Papua oleh Freeport, kedalamannya mengerikan. Akankah Gunung Tumpang Pitu diperlakukan demikian? Ahhh,, saya tidak mau membayangkannya terlalu jauh. 14 tahun bukan waktu yang lama, jikalau ada reklamasi, sampai kapan akan benar-benar pulih seperti sediakala. 

Bupati Anas tidak seharusnya mengkambinghitamkan perusahaan tambang, karena menurut saya cepat atau lambat yang namanya kegiatan penambangan pasti akan berimbas pada lingkungan alam sekitar. Persoalannya hanya menunggu waktu. Apakah ada transaksi politik di balik kegiatan penambangan ini? Silahkan Bapak pertanggungjawabkan di hadapan Allah plus konstituen Bapak. Bapak diberi kepercayaan pada pemilihan kedua dengan angka yang fantastis. Jadi apakah Bapak tega mengorbankan potensi pariwisata dengan kegiatan penambangan yang sangat potensial merusak lingkungan plus rawan konflik horizontal ?????????

Semoga Bapak mempertimbangkan kembali IUP Operasi Produksi ini….

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Belajar dari “Ketidakbisingan” Yogyakarta

UN Berbasis Minat dan Bakat, Kenapa Tidak?

Imajinasi Percakapan Ayah dan Anak