Celoteh tentang Tumpang Pitu, Pulau Merah dan Bupati Anas (Dua)

Lanjutan…

Pada saat saya penelitian dulu, yang memegang ijin usaha pertambangan (IUP) adalah PT. Indo Multi Niaga (IMN), perusahaan ini milik lokal, tidak banyak informasi siapa tokoh nasional di balik perusahaan ini, hanya pada saat saya melakukan studi referensi perusahaan ini berafiliasi ke perusahaan tambang internasional, Intrepidmines. Perusahaan ini berbasis di Australia, selain di Indonesia perusahaan ini juga memiliki tambang di Brasil. Lebih lengkapnya silahkan agan-agan sekalian searching sendiri nggeh,hhee. 

Hanya saya mengakui bahwa senior project manager development pada saat itu, Bapak Adi Maryono, beliau sangat welcome dan berharap justeru masyarakat umum mengetahui aktivitas PT. IMN di Gunung Tumpang Pitu. Buktinya seperti pada photo yang telah saya share sebelumnya. Saya diberi akses untuk meninjau langsung aktivitas eksplorasi di Gunung Tumpang Pitu. Bagi orang awam seperti saya, membedakan aktivitas eksplorasi dan operasi produksi (istilah di UU No 4 tahun 2009 bukan eksploitasi tapi operasi produksi) gampangnya, eksplorasi itu hanya sekedar penelitian, tujuannya untuk memastikan seberapa besar kandungan emas dan mineral pengikut yang ada dalam Gunung Tumpang Pitu. Belum ada nilai ekonomis dalam kegiatan ini, jadi murni penelitian. Contoh kegiatannya, (bahasa orang awam karena saya bukan sarjana pertambangan) jadi PT. IMN menanam semacam pipa berukuran diameter sekitar kurang dari setengah meter ditanam ke dalam Gunung Tumpang Pitu sedalam ratusan meter. Dari situ nanti sampelnya dikirim ke pusat untuk diketahui ada berapa kandungan emas yang ada di situ. Total ada puluhan titik sepengatahuan saya waktu itu. Sedangkan kegiatan operasi produksi atau eksploitasi adalah kegiatan yang sudah berorientasi pada keuntungan. Modal yang digelontorkan pun jauh lebih besar dari kegiatan eksplorasi. Jadi udah paham ya kegiatan eksplorasi dan kegiatan operasi produksi? Kalau belum paham monggo sing sarjana pertambangan bantu komentar :D

Pada saat itu, kantor PT. IMN belum memiliki bangunan permanen. Kantor PT. IMN menyewa rumah warga, ada hal menarik waktu saya wawancara dengan Pak Adi Maryono, beliau menginstruksikan seluruh pegawai jika sedang dalam mobil, kaca mobil harus terbuka. Karena perusahaan tambang harus dekat dengan warga, tidak boleh ekslusif. Menurut saya menarik, kesan perusahaan tambang yang tertutup ternyata itu bertentangan dengan kode etik. Baru tahu kalau yang baik adalah jendela mobil harus dibuka,hhee. 

Dari kemudahan memperoleh data, saya juga dibuka aksesnya. Hampir tidak ada data yang tidak boleh saya dapatkan. Termasuk hasil dari laboratorium tentang kandungan emas dan mineral pengikut yang ada di Gunung Tumpang Pitu. Saya tidak akan menshare data tersebut karena tidak untuk dikonsumsi publik, namun jika ada praktisi pertambangan yang ingin mengetahui akan saya sampaikan data tersebut. Yang jelas citra negatif saya waktu itu sepertinya terbantahkan karena dari segala aspek PT. IMN sepertinya sudah paham betul bagaimana mengelola tambang di Gunung Tumpang Pitu. Termasuk persyaratan yang diminta Perhutani, karena Gunung Tumpang Pitu masuk ke dalam kawasan konservasi, maka pihak Perhutani secara regulasi meminta pihak PT. IMN untuk mengganti luas wilayah yang ditambang dua kali lipat, jadi kalau yang ditambang seluas 1 km persegi maka PT. IMN harus mengganti seluas 2 km persegi.

Kerusakan lingkungan yang terjadi di era waktu itu sebenarnya karena kegiatan penambangan liar (disebut juga gurandil). Karena dalam pemurniannya para gurandil menggunakan zat kimia berbahaya (saya lupa detailnya intinya dunia internasional sudah melarang zat tersebut digunakan). Karena waktu itu booming sekali kegiatan penambangan liar, ya maklum pada saat itu pertanian lagi anjlok-anjloknya di Banyuwangi selatan sehingga orang berbondong-bondong menjadi penambang liar. Hasilnya ? memang beberapa yang berhasil memperoleh emas kiloan gram langsung kaya, beli mobil, rumah, sawah dan sebagainya. Tetangga desa saya buktinya, langsung berubah 180 derajat setelah menjual emasnya. Yang lain? memang banyak yang tidak berhasil karena mereka menambang serabutan tanpa mengetahui titik yang memiliki kandungan emas. Jadi hasil pengamatan dan kesimpulan saya waktu itu memang mengarah kerusakan lingkungan bukan disebabkan aktivitas pertambangan PT. IMN (karena IMN pada saat itu hanya eksplorasi belum operasi produksi) tapi aktivitas penambang liar. 

Singkat cerita, kegiatan penambangan PT. IMN yang ingin menaikkan status ke operasi produksi atau eksploitasi tidak disetujui dan dialihkan ke PT. Bumi Suksesindo. Saya tidak tahu persis apa alasannya. Informasi resmi juga masih belum ada yang akurat. Padahal kalau kita melihat regulasi, UU No 4 Tahun 2009 Pasal 46 ayat 1 dijelaskan “setiap pemegang IUP Eksplorasi dijamin untuk memperoleh IUP Operasi Produksi sebagai kelanjutan usaha pertambangannya.” jadi seharusnya jika tidak ada persoalan yang melanggar hukum, pemegang IUP Operasi Produksi adalah PT. IMN bukan PT. Bumi Suksesindo. Harusnya Pemerintah Kabupaten Banyuwangi mengeluarkan rilis resmi terkait hal ini. Karena dalam UU No 4 Tahun 2009 juga dijelaskan “Pemerintah dan Pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban mengumumkan rencana kegiatan usaha pertambangan di WIUP sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 serta memberikan IUP eksplorasi dan IUP Operasi Produksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 kepada masyarakat secara terbuka.”

Kenyataannya masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui penyebab sebenarnya kenapa PT. IMN. PT. Bumisuksesindo saat ini telah memiliki IUP Operasi Produksi. Perusahaan ini juga nampak sudah sangat serius dalam melakukan kegiatan penambangan. 

Jadi persoalannya dimana? Persoalan mendasarnya adalah Bupati Anas terkenal di seantero perpolitikan Indonesia salah satu faktor utamanya adalah kepiawaian beliau dalam mengemas Kabupaten Banyuwangi sebagai Kabupaten tempat tujuan wisata berskala nasional dan internasional. Lihatlah di hampir setiap halaman medsos bertema travelling selalu muncul Pulau Merah, Teluk Ijo, Sukamade, Wedi Ireng, Lampon, Plengkung dan kesemuanya itu sangat mungkin terkena dampak dari hasil kegiatan penambangan di Gunung Tumpang Pitu. Sudah mulai nyambung benang merahnya kan?


Karena sudah malam saya mohon ijin istirahat dulu, besok insya Allah saya sambung lagi :D

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Belajar dari “Ketidakbisingan” Yogyakarta

UN Berbasis Minat dan Bakat, Kenapa Tidak?

Imajinasi Percakapan Ayah dan Anak