Tentang Zaman dan Kebenaran

Kata orang berpikir mendalam, kontemplasi, merenung atau kata-kata sepadan lainnya. Tapi kalau kata saya ini disebut Ndleming


Setiap zaman punya ciri khasnya masing-masing. Merenungi kalimat sederhana ini memang terkesan mudah. Dan saya yakin hampir setiap orang pasti mengamini pernyataan ini. Karakter, identitas, ego, dan keinginan untuk beda dengan yang lain menjadi alasan hampir setiap orang setuju bahwa setiap zaman punya ciri khasnya masing-masing.

Jarang dan bahkan hampir tidak ada angkatan dalam suatu perkumpulan baik di segala tingkat pendidikan menjelekkan angkatannya sendiri. Saling mengunggulkan dan bahkan tidak jarang jadi bumbu perang angkatan,hhe. Aktivis angkatan ’66 tidak mau disamakan perjuangannya dengan angkatan ’98, dan begitu seterunya. Pun begitu dengan ujian hidup. Ujian hidup berkembang sesuai dengan zamannya. Meskipun ujiannya itu-itu saja, tapi peran setan untuk mem-packaging-nya sangat mengikuti perkembangan zaman. Tujuannya jelas, menjauhkan manusia dari takwa kepada Allah SWT. Mencekoki hal-hal yang sifatnya degradasi moral bagi setan sepertinya jauh lebih mudah saat ini dibanding beberapa puluh tahun sebelumnya. Dulu hubungan lawan jenis masih sangat tabu, sekarang nilai-nilai tabu itu justru berbalik arah menjadi suatu hal yang norak jika tidak dilakukan. Ahhh emang setan sampai kapanpun tak akan pernah rela kita nyaman beribadah.

Sejarah menjelaskan pada kita betapa banyak korba dalam memperjuangkan akidah, suatu keyakinan yang sebenarnya tidak bisa dipaksakan. Sekalipun korban nyawa. Tidak serta-merta saat korban nyawa telah bermunculan akidah bisa disatukan. Tidak, tidak akan pernah sama sekali. Akidah adalah urusan Allah SWT dan manusia. Setan pun tak lebih dari sekedar bumbu dalam perjalanannya.

Strategi, pola adaptasi, dan keberanian untuk berubah adalah syarat mutlak yang harus kita penuhi untuk berjalan beriringan dengan perubahan zaman. Lihatlah betapa hari ke hari masa kecil kita sangat berbeda dengan masa kecil anak-anak saat ini. Membiarkan mereka berkembang sesuai dengan zamannya adalah hal benar yang harus kita lakukan. Tapi ingat, bahwa tidak semua perkembangan membuat manusia menuju perbaikan. Selalu ada dampak negatif dibalik perubahan positif. Memberikan kebebasan tak berarti membiarkan mereka liar. Tidak mudah menerjemahkan kata tabu dalam kehidupan sosial karena perkembangan nilai yang ada dalam masyarakat terus berkembang. Menggunakan indikator agama sebagai pembeda hitam-putih adalah solusinya. Karena kebenaran dalam agama tidak pernah expired, tidak pernah abu-abu, dan selalu mutlak.

Ujian kita saat kecil tentu berbeda dengan ujian anak-anak saat ini. Strategi setan menjerumuskan kita dulu akan berbeda dengan strategi setan saat ini. Menjadi orang baik pun harus dengan strategi, pola adaptasi, dan keberanian untuk tidak melakukan cara yang sama dengan sebelumnya. Bagaimana caranya tentu akan sangat relatif. Yang pasti bahwa nilai-nilai kebenaran dalam agama itu adalah mutlak kebenarannya. Jadi mampu tak mampu kita harus menggunakannya. Menggunakan kebenaran dalam agama sebagai tolak ukur dalam perjalan hidup kita.

Komentar

  1. asik juga ini,........,

    salam mas.. http://thephatar.blogspot.com

    BalasHapus
  2. salam kenal pisan. smpean banyuwangi endi ki? :D

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Belajar dari “Ketidakbisingan” Yogyakarta

UN Berbasis Minat dan Bakat, Kenapa Tidak?

Imajinasi Percakapan Ayah dan Anak