Catatan Seorang Peneliti


03 Juni 2012, 22:09 WITA

Senin, 21 Mei 2012 adalah hari pertamaku mendaratkan kaki di Bumi Borneo. Pulau terluas dari seluruh pulau yang ada di Indonesia. Pulau yang katanya menjadi paru-paru dunia. Hebat ya,hhe. Perasaan antusias dan semangat untuk memberi manfaat entah dalam kadar rendah atau tinggi jadi bekal utama untuk datang ke sini. Yah apapun yang terjadi ke depan aku paham betul konsekuensinya. Tapi aku selalu yakin bahwa tidak ada yang terjadi secara kebetulan di dunia ini. Termasuk keputusan besarku mengundurkan diri dari zona nyaman yang mungkin bagi beberapa orang terdekatku cukup disesalkan. Keyakinan bahwa kerja adalah kombinasi menjemput rizky dan kepuasan hati adalah hal utama yang menjadi alasan kenapa aku memutuskan untuk mencari tantangan baru dalam dunia kerjaku.

Pulau Tarakan menjadi tempat berkarya pertamaku. Entah karya apa yang bisa aku berikan tapi sekecil apapun, aku akan berusaha memberikan apa yang aku mampu. Setidaknya melalui sebuah tulisan,hhe.

Terletak di ujung utara Kalimantan Timur dan sedikit lagi sampai ke Negara serumpun, Malaysia. Kurang lebih demikian lokasi Pulau Tarakan jika dilihat dari peta. Wilayah pulaunya tidak terlalu luas. Daerahnya cukup panas tapi Alhamdulillah minim polusi, alasan ini yang membuat saya betah di sini. Selain karena banyak orang Jawa Timur di sini,hhe. Jadi bisa dengan lancar menggunakan bahasa daerah :D

 “Tikus mati di lumbung Padi” perumpaan ini cukup memberikan gambaran seperti apa keadaan Kota ini. Meski hanya baru beberapa minggu hidup di sini, aku sudah bisa sedikit mengambil kesimpulan awal tentang masalah pokok yang dihadapi pulau ini. Antrian premium di SPBU merupakan pemandangan biasa di sini. Hampir setiap hari SPBU tidak pernah sepi kecuali kalau persediaan bensin habis. Sempat ngeri juga sebenarnya melihat kenyataan ini, padahal ada banyak sekali sumur pengeboran minyak aktif yang bisa dengan mudah ditemukan di sini. Kalau gak salah tulisannya stasiun pengumpulan minyak Pertamina. Kalau ada kesempatan ingin sekali minum kopi bersama dengan petinggi pertamina di pinggir jalan sambil diskusi masalah kelangkaan minyak di Tarakan,hhe. Biar tak ada buruk sangka karena bagaimanapun juga triangulasi data tetap menjadi senjata utama bagi para peneliti. Validitas dan realibilitas datanya harus benar-benar bisa dipertanggungjawabkan. Kalau menuruti emosi malah bikin tambah ruwet negeri ini,hhe.

Ada fenomena lain yang juga menarik untuk dibahas. Pemadaman listrik menjadi suatu hal yang biasa di sini. Kalau masalah ini di Jawa juga sering,hhe. Tapi setidaknya hal ini bisa menggambarkan bagaimana listrik yang telah menjadi kebutuhan primer masyarakat Indonesia masih belum bisa merdeka. Belum kebayang bagaimana daerah pedalaman Papua di sana yang hanya topografi wilayahnya jauh lebih sulit dari pulau-pulau yang ada di sekitar Kalimantan.

Bersambung.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Belajar dari “Ketidakbisingan” Yogyakarta

UN Berbasis Minat dan Bakat, Kenapa Tidak?

Imajinasi Percakapan Ayah dan Anak