Sepenggal Jejak dari Seorang Sahabat

(Menjelang setahun meninggalnya almarhum Soleh)



Karena aku rindu akan senyuman tulus darimu (14 Agustus 2010/16:28)

Tak mudah melawan diri sendiri itu. Sederhana tapi sebenarnya musuh terbesar dalam diri itu tak lain dan tak bukan adalah saat keinginan negatif mendominasi pada diri kita. Meski berat sebagai mahluk Tuhan sudah menjadi kewajiban bagiku untuk terus berusaha semampuku agar aku bisa terus memperbaiki diri.

Aku lupa pastinya, tapi kurang lebih setahun yang lalu aku kehilangan seorang sahabat yang bagiku subhanallah pribadi yang ada pada dirinya. Guru sekaligus sahabat dan juga saudaraku. Meski bukan satu kostan dengan beliau, almarhum begitu sering tidur di kostanku sehingga aku sangat paham seperti apa keseharian beliau. Satu hal yang pasti ditangkap oleh setiap orang yang bertemu beliau adalah keramahan yang membuat hati menjadi dingin saat bertemu beliau. Entah apa yang menjadi sebab – musabab hal itu tapi memang beliau adalah salah satu manusia istiqomah yang pernah aku kenal dan dekat. Orangnya pendiam, murah senyum, dan sederhana. Bagi seorang lawan jenis pasti beliau adalah sosok ideal bagi mereka. Alim, tampan, dan tidak neko – nekolah sederhananya.

Salah satu hal yang paling aku kagumi dari beliau adalah konsistensi beliau dalam memutuskan jalan hidup. Memang beliau bukan mahluk yang sempurna tapi di balik kesederhanaannya beliau memiliki suatu hal yang bagiku sangat luar biasa. Istiqomah! Satu kata yang begitu susah untuk dijalankan.

Mungkin ibadahnya secara lahiriah banyak yang lebih tinggi dari beliau, atau mungkin hafalan qurannya jika dibandingkan dengan orang – orang yang satu komunitas dengan beliau sebelumnya. Namun aku belum menemui sosok orang yang begitu istiqomah menjalani hidup meski godaan dunianya begitu besar selain beliau selama di FISIP. Kami hidup di fakultas yang segala hal ada di dalamnya. Terutama aroma hedon nampak mendominasi keseharian fakultas yang menjadi tempat kami belajar. Naluri kekuasaan seperti jauh dari mimik muka beliau. Setiap orang seakan menjadi damai saat melihat beliau. Salah satu peristiwa sederhana yang aku ingat dari beliau adalah saat ada seorang perempuan yang suka dengan beliau. Memang secara penampilan bagi lawan jenis menurutku beliau dikaruniai Allah dengan kelebihan. Jadi tidak heran jika ada jenis yang terang – terangan suka dengan beliau. Tapi subahanallah bagiku adalah cara penyikapan beliau terhadap ujian itu. Secara dunia perempuan tersebut berlebih karena bisa dilihat dari kesehariannya yang membawa mobil kalau muka kemungkinan cantik tapi aku kurang tau pastinya karena belum pernah ketemu. Tapi hal yang aku kagumi adalah saat perempuan tersebut menembak almarhum dengan spontan beliau menjawab “maaf aku sudah punya istri.” Tentu bukan karena almarhum sudah memiliki istri tapi semata – mata untuk menjaga kesucian hidup yang menjadi keyakinan bagi kehidupan beliau. Jawaban yang sungguh luar biasa di tengah godaan nafsu yang begitu hebat beliau nampak begitu yakin menolak tawaran perempuan tersebut. Dan aku yakin setan waktu itu pasti mati kutu melihat sikap yang almarhum keluarkan. Padahal bisa dibilang godaan lawan jenis di kampusku begitu hebat, belum lagi kehidupan dunia lainnya tapi beliau lebih memilih kehidupan yang beliau yakini meski beliau sering curhat ke aku kalau kehidupannya sekarang jauh dari kehidupan beliau sebelumnya.

Atau pernah saat almarhum berkumpul dengan teman – teman sejurusan yang lain. Karena bukan suatu hal yang langka bagi kehidupan mahasiswa membicarakan kecantikan atau kemolekan lawan jenis, saat ada pada posisi tersebut dengan tanpa menyakiti siapapun yang ada di sekitarnya beliau dengan sangat murah senyum memutuskan untuk keluar dari obrolan waktu itu. Pernah juga ada teman sejurusan yang kebetulan duduk di sebelah beliau waktu ujian mencontek, dengan senyum tulusnya beliau mengingatkan teman tersebut agar tidak mencontek. Meski menurut penilaianku beliau tidak terlalu bagus nilainya jika dibandingkan dengan teman sekelas lainnya. Kejujuran adalah hal yang patut diutamakan bagi kehidupan beliau.

Pernah juga aku silang pendapat dengan beliau pada suatu hal yang tidak bisa aku jelaskan dalam tulisan ini. Entah kenapa ketulusan senyum dan mimik pendiam yang muncul pada diri beliau membuat aku begitu dingin dalam menyikapi silang pendapat tersebut. Subhanallah bagiku, beliau segera meminta maaf jika memang salah dan tidak banyak bicara jika tidak diminta bicara. Pengalaman hidup yang luar biasa bagiku pernah dekat bersama beliau. Aku dan saudara – saudara dekatku juga merasakan hal yang sama saat bersama beliau. Dalam keseharian beliau adalah penasehat sekaligus panutan dalam satu komunitas kami, forum komunitas pencita pes mania atau FKPM,hhe. Anggotanya Putra Dwitama (Kakak Pertama), Rizky Nugraha Murnawan (Kakak Kedua), aku, Fikri Zulfikar, Rheza Wahyu Anjaya, Kosim, dan ada saudara – saudara perempuan yang sering bareng – bareng dengan kami, Mutiara Herita, Yuanita Utami, Nur Rizky, dan posisi almarhum seperti yang aku bilang sebelumnya adalah panutan sekaligus penasehat bagi kami saat kami error,hhe. Salah satu tontonan yang beliau suka adalah tawa sutra, beliau suka ketawa – ketawa sendiri saat lihat acara komedi itu J

Kebebesan membawa konsekuensi besar dalam pilihan hidup seseorang. Dan beliau memilih suatu hal yang luar biasa bagiku. Pilihan yang tetap menempatkan beliau pada posisi yang insya Allah mendapat ridho dari Allah. Banyak pelajaran yang aku ambil dari kehidupan beliau meski aku sadar bahwa ternyata tidak mudah jalani hidup seperti beliau. Rosulullah memang sosok yang sempurna bagi manusia, aku benar – benar mengakui dan meyakininya. Beliau begitu sempurna dalam berbagai hal. Dan almarhum berusaha mencontoh kehidupan Rosulullah semampu beliau meski tentu tidak ada yang sempurna dalam dunia ini karena kesempurnaan sungguh hanya milik Allah.

Aku nulis ini sebagai bahan renungan bagi diriku sendiri dan mungkin bagi sahabat yang sempat membaca tulisan ini. Salah satu pesan moral dari kehidupan beliau yang bisa aku ambil adalah segala kelebihan yang kita miliki semata – mata hanya milik Allah, kecantikan atau ketampanan, kekayaan, kepintaran, ketenaran, atau kelebihan – kelebihan lainnya hendaknya membuat kita semakin rendah diri di hadapan Allah dan membuat kita semakin rendah hati di hadapan manusia. Jauh dari kata sombong, congkak, pamer, atau bahkan oportunis karena memanfaatkan kelebihan yang dimiliki. Beliau adalah salah satu orang yang menjadi idola dalam hidupku. Semoga Allah memberikan tempat terbaik untukmu wahai saudaraku. Amin.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Belajar dari “Ketidakbisingan” Yogyakarta

UN Berbasis Minat dan Bakat, Kenapa Tidak?

Imajinasi Percakapan Ayah dan Anak