Gedung Tertinggi yang Berpotensi Menginjak Pribumi

Jatinangorku sayang, Jatinangorku malang

Perkembangan Kecamatan Jatinangor dalam beberapa tahun terakhir memang menunjukkan perubahan yang sangat signifikan. Di deklarasikannya wilayah Jatinangor sebagai kawasan pendidikan membawa pengaruh tersendiri bagi perkembangan kawasan ini. Pembangunan infrastruktur dinilai juga mengalami perubahan yang sangat signifikan. Hal ini bisa dilihat dari semakin layaknya jalan – jalan utama di Kecamatan Jatinangor dan pembangunan pusat – pusat perbelanjaan seperti mall. Meski cenderung berorientasi untuk memenuhi kebutuhan kaum pendatang, namun adanya pembangunan – pembangunan berbagai sarana tersebut tetap membawa pengaruh tersendiri bagi kehidupan masyarakat asli Jatinangor.

Pembangunan apartemen Jatinangor adalah salah satu pembangunan yang paling banyak menyita perhatian masyarakat setempat juga mahasiswa yang sedang berdomisili di Jatinangor. Kondisi tata ruang kota Jatinangor yang terkesan semrawut menambah kesan negatif bagi pembangunan apartemen yang rencananya akan menjadi gedung tertinggi di kawasan pendidikan ini. Dengan kondisi yang sekarang saja berdasarkan pengalaman Jatinangor begitu rawan kehabisan debit air di saat musim kemarau dan sangat potensial banjir di musim hujan. Belum lagi pengelolaan sampah yang nampak begitu kacau dari pengamatan peneliti. Dan yang paling menyedihkan adalah gap antara kaum pendatang dengan penduduk asli Jatinangor dari hari ke hari semakin meningkat. Masyarakat asli Jatinangor cenderung tinggal di bagian – bagian pinggiran Kecamatan Jatinangor. Maka tak heran jika identitas masyarakat yang termarginalkan melekat pada penduduk asli Jatinangor.

Dengan adanya pembangunan apartemen Jatinangor potensi dampak negatif untuk lingkungan, sosial, budaya, maupun masyarakat setempat tentunya akan semakin besar. Hal ini jika tidak benar – benar dikaji secara mendalam maka potensi konflik dari berbagai aspek kehidupan sangat mungkin muncul. Untuk itu perlu pendampingan secara berkesinambungan oleh para komunitas lingkungan, masyarakat setempat, akademisi, maupun pemerintah agar pembangunan apartemen yang pada awalnya ditujukan untuk membangun Kecamatan Jatinangor berjalan sesuai dengan harapan tanpa ada pihak yang dirugikan.

Redefinisi pembangunan

Dalam konsep negara dunia ketiga memang kecenderungan pembangunan identik dengan modernisasi. Namun kalau kita coba cermati kembali konsepsi pembangunan ternyata sangat bertumpu pada sistem sosial budaya masyarakat setempat. Pembangunan di negara – negara dengan masyarakat yang memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi cenderung lebih berhasil jika dibandingkan dengan pembangunan di negara – negara yang masyarakatnya memiliki tingkat pengetahuan yang lebih rendah. Hal ini karena kesiapan individu dari masing – masing negara berbeda – beda dalam menyikapi pembangunan. Negara yang maju tentu masyarakatnya jauh lebih siap sehingga setiap perubahan juga diikuti dengan penyesuaian sistem sosial budaya yang ada. Sedangkan negara yang berkembang cenderung tidak memiliki kesiapan dalam menerima perubahan sehingga kecenderungannya adalah terjadi “shock culture” yang berakibat pada dominasi efek negatif dari pembangunan yang ada.

Kasus pembangunan di Jatinangor adalah salah satu bentuk ketidaksiapan masyarakat setempat dalam menerima pembangunan. Menurut pengamatan peneliti kecenderungan masyarakat asli Jatinangor lebih memilih menirukan gaya hidup masyarakat pendatang daripada mempertahankan gaya hidup yang dianut sebelumnya. Gap yang begitu tinggi antara masyarakat pendatang dengan masyarakat asli setempat memang harus segara diatasi. Karena hal ini jika dibiarkan begitu saja tanpa ada campur tangan pemerintah sangat berpotensi menimbulkan konflik.

Pembangunan berbasis sistem budaya lokal adalah salah satu solusi yang bisa digunakan dalam mengatasi permasalahan di kawasan pendidikan ini. Artinya pembangunan – pembangunan setempat diarahkan untuk tetap mempertahankan nilai – nilai yang ada dari sistem sosial budaya yang ada. Perbedaan gaya hidup atau gap antara masyarakat pendatang dengan masyarakat setempat bisa diantisipasi dengan intervensi pemerintah setempat untuk tetap menjadikan masyarakat asli sebagai tuan rumah. Hal ini bisa dilakukan dengan tetap menjaga lingkungan masyarakat setempat tanpa harus merelokasi jika ada pembangunan. Sederhananya pembangunan yang mengikuti masyarakat setempat bukan masyarakat yang harus mengikuti pembangunan. Pemerintah bisa melakukannya dengan regulasi yang tegas untuk mengatur permasalahan ini. Pembangunan di kawasan pendidikan sudah semestinya menjadi model pembangunan di negeri ini. Karena kawasan pendidikan adalah tempat berkumpul para generasi penerus bangsa. Sehingga sangat wajar jika konsepsi pembangunan di kawasan pendidikan saja masih jauh dari kata ideal apalagi pembangunan di Indonesia secara keseluruhan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Belajar dari “Ketidakbisingan” Yogyakarta

UN Berbasis Minat dan Bakat, Kenapa Tidak?

Imajinasi Percakapan Ayah dan Anak