Masih Ada Orang seperti ini

Wajah beliau nampak lebih tua dari pada usianya. Pakaiannya sangat tidak fashionable, kalau tidak mau dikatakan bajunya jelek. Kesehariannya sangat sederhana, super sederhana malah. Padahal dari sisi penghasilan, jika beliau mau, bisa saja beliau berdandan ala eksekutif muda. Rapih, berdasi, bawa mobil, pakai gadget super canggih atau gambaran eksekutif muda pada umumnya. 

Usianya selisih 2 tahunan dari saya, tapi untuk persoalan dakwah, juaaauuuhhh sekali perbedaannya. Sebut saja namanya Mas Galon, saya sengaja menyamarkan nama beliau, agar saya tidak merusak keikhlasan beliau dalam beramal dan beribadah. Mas Galon ini memang sambilannya jualan, salah satu usahanya isi ulang air galon, jadi izinkan saya memberi nama panggilan beliau Mas Galon . Oh ya Kenapa saya bilang sambilannya jualan, karena versi saya, beliau ini kerjaannya ibadah, sisanya baru buat kerja.hhe.

Saya benar-benar kenal beliau sekitar setahunan ini. Lebih tepatnya saat saya mulai tinggal di Jogja secara "terpaksa." Beliau adalah guru istri saya, sosok yang sebenarnya saya tahu namanya dari semenjak awal nikah dengan istri. Namun baru benar-benar tahu siapa beliau sekitar setahunan ini. 

"Dik saya dapat untung dari jualan ini kurang lebih sekitar 15 jutaan, dari uang itu saya bagi 3 juta untuk kebutuhan makan saya dan keluarga, 5 juta untuk bayar angsuran karena saya dulu pernah terjebak hutang bank, tertipu usaha, sisanya saya buat total sedekah," beliau menjelaskan kepada saya tentang manajemen keuangan beliau. Dalam hati saya, deg! Malu, level saya benar-benar jauh dihadapkan beliau. 

"Dik, saya sudah setahunan lebih, hampir tidak pernah meninggalkan sholat jamaah di masjid. Pun saat saya dalam perjalanan. Acara sepenting apapun, 15 menit sebelum adzan saya sudah menyiapkan diri untuk datang ke masjid. Saya juga mulai dari lebaran kemarin, bertekad untuk membaca alqur'an dan terjemahannya dari sehabis sholat shubuh di masjid sampai waktu syuruq. Alhamdulillah bisa istiqomah sampai saat ini." Beliau bertutur kepada saya di lain waktu. Dan sekali lagi saya tertampar malu.

"Dik, selama bulan ramadhan kemarin pola tidur saya seperti ini, habis ngisi ceramah, saya iktikaf di masjid dari hari pertama. Baca alqur'an sampai pukul 23.00, kemudian saya istirahat di masjid sebentar sampai pukul 01.00. Kemudian saya sholat tahajud, sampai khatam juz amma, selesai sekitar pukul 03.00. Kemudian saya istirahat sebentar, membangunkan istri dan gantian saya istirahat. Saya minta dibangunkan istri jam 04.00 untuk sahur. Habis sahur saya lanjut sholat ke masjid. Begitu seterusnya" beliau menambahkan. 

Saya merasakan betul, energi beliau bukan untuk pamer amalan, tapi memotivasi saya yang lemah ini untuk meningkatkan kualitas ibadah. Dekat dengan Mas Galon ini bawaannya pengen memperbaiki kualitas ibadah. Jauh dari rasa ingin memiliki dunia, dalam bentuk apapun. 

Kepanjangan ya? Sepurane rek,hhe. Ayo kita perbaiki ibadah kita, dunia mau dikejar seperti apapun tidak akan pernah selesai. Sebentar lagi juga ada idul qurban, ayo kita persiapkan dan perjuangkan. Semoga bisa bermanfaat. Kalau mau kenal tokoh Mas Galon ini, silahkan japri sama saya. Oh ya beliau sedang berjuang membangun Masjid berikut asrama yang dikhususkan untuk orang yang mau menjadi ustadz di masjid-masjid sekitaran Jogja. Tujuannya mengembalikan nuansa ngaji di Masjid. Pembebasan tanahnya, alhamdulillah selesai, sekitar 500 juta, lunas dengan menggunakan dana umat. Selanjutnya beliau mau membangun, sekarang lagi menghimpun dana dari umat. 

Piye keren to Mas Galon iki? Padahal rumahnya ngontrak,penghasilannya jauh lebih besar dari karyawan pada umumnya. Beliau tidak peduli dinilai manusia sukses atau tidak. Tapi beliau adalah (insya Allah) orang yang sukses dunia akhirat. Selamat berqurban !

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Belajar dari “Ketidakbisingan” Yogyakarta

UN Berbasis Minat dan Bakat, Kenapa Tidak?

Imajinasi Percakapan Ayah dan Anak