Hanya Perlu Terus Melangkah !
Hari ini, pertanyaan besar dalam
hidup saya mulai terjawab. Pertanyaan sederhana, pertanyaan yang selama ini
seringkali membuat saya bingung mencari jawabannya, masihkah ada orang tulus di
negara ini? Tulus dalam arti yang sebenarnya. Tak mengharap apapun dari apa
yang dilakukannya kecuali kompensasi akherat.
Suap-menyuap bukanlah kata-kata
baru dalam hidup saya. Dari hampir semua level pendidikan yang pernah saya
alami, saya sudah mengenal istilah ini berikut dengan contoh-contohnya. Tapi
entah kenapa, hari ini saya begitu gemetar dan miris saat mendengar kata ini
terucap oleh seseorang yang dalam hatinya, saya yakin beliau adalah orang yang
baik. Beliau adalah pelaku dari proses itu. Dan karena itu saya baru pertama
kali mendengar kata ini dari seorang pelaku yang terlibat secara langsung.
Pengadaan barang dan jasa, kurang
lebih itulah dunia yang sedang saya geluti. Bukan sebagai pelaku, bukan juga
sebagai pemerintah, saya hanya ditugasi untuk melakukan program pendampingan
dalam rangka reformasi pengadaan barang dan jasa. Fenomena suap-menyuap dalam
proses pengadaan barang dan jasa memang bukan suatu hal yang baru, bisa juga
bukan merupakan suatu hal yang tabu. Semua pihak yang terlibat merasa punya
kepentingan dan tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Lingkaran setan!
Tempat kerja saya yang memaksa
hati ini mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang seringkali muncul
secara tiba-tiba. Dua bendera berbeda tapi berada pada satu komando keluarga.
Kurang lebih seperti itu gambaran tempat saya bekerja. Yang satu berlabel NGO
dan satunya lagi berlabel konsultan. Saya bekerja di NGO tersebut. Dengan
komitmen reformasi birokrasi di daerah merupakan alasan yang seksi buat saya
untuk mencoba belajar, mencari rizky, dan tentu mencari pengalaman dalam dunia
ini. Kebetulan saat ini sedang ada project tentang e-procurement yang disupport
oleh Uni Eropa.
Tidak butuh waktu lama untuk
memahami seperti apa dunia pengadaan barang dan jasa di negeri ini. Mafia
pengadaan sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan pada prosesnya. Fenomena
ini yang membuat saya bertanya apakah tempat saya bekerja juga melakukan
praktek yang sama untuk menghasilkan project dari pemerintah terutama tetangga
sebelah yang fokus pada bidang konsultan. Karena bagaimanapun juga meski
berbeda visi tapi kedua tempat ini dimiliki oleh sepasang suami-istri yang
kebetulan juga terjun dalam dunia politik.
Jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan itu akhirnya saya dapatkan. Perasaan yang sungguh aneh
saat saya mendapatkannya secara langsung dari pelakunya. Pelaku yang
notabenenya juga merupakan atasan di tempat saya bekerja. Pelaku yang
notabenenya selalu meneriakkan prinsip atau nilai-nilai ideal dalam proses
pengadaan barang dan jasa. Benar memang bahwa selalu ada alasan kenapa
seseorang berbuat sesuatu di luar batas nilai yang diyakininya selama ini.
Setiap pengusaha, dalam hal ini
kontraktor dan konsultan adalah pelaku yang tidak bisa dipisahkan dari proses
pengadaan barang dan jasa. Mereka adalah pelaku penting di luar pemerintah
sebagai pengguna barang dan jasa. Hal yang membuat saya begitu miris dan hampir
tak tau harus berbuat apa adalah perilaku bejat oknum pemerintah yang meminta
jatah dalam jalannya proses ini. Sekali lagi ini bukan informasi yang baru,
tapi jujur baru kali ini saya merasa benar-benar disadarkan betapa bobroknya oknum
negara ini. Dan itu saya dapatkan dari pelaku yang notabenenya adalah atasan
saya.
Di luar project yang dari Uni
Eropa, atasan saya juga harus menghidupi perusahaan lain yang bergerak di
bidang konsultan. Saya mulai memahami saat beliau menyampaikan alasan-alasannya
kenapa suap-menyuap menjadi suatu hal yang biasa di proses pengadaan barang dan
jasa di Indonesia. Beliau bilang “Saya juga ingin Rif, pada proses pengadaan
barang dan jasa murni seperti halnya saat saya mendapatkan beasiswa keluar
negeri atau saat kita mendapatkan donasi dari Uni Eropa, semua base on proposal
tanpa ada sedikitpun lobby dalam bentuk kedekatan emosional atau transaksi.
Tapi tidak bisa Rif, tidak bisa untuk proses pengadaan barang dan jasa di
Indonesia. Oknum birokrat, sebagus apapun proposal yang kita bikin, jika kita
tidak melakukan lobby dalam bentuk transaksi, kita tidak akan pernah dapat
project. Dan saat kita tidak mendapatkan project, otomatis konsultan yang telah
menghidupi begitu banyak orang ini akan bangkrut.” Petikan percakapan ini yang
membuat hati saya bergetar meskipun saya bukan menjadi bagian dari konsultan
itu. Sebuah kenyataan bahwa kebusukan oknum pejabat PNS yang terlibat pada
proses lelang benar-benar tidak bisa dimaafkan.
Kenyataan hidup bahwa kita
terlahir di Indonesia. Negara yang dengan segala kelebihan dan potensinya
benar-benar sedang sakit. Semua lini, dari top level sampai yang terendah
sekalipun. Masihkah ada orang-orang tulus di negara ini? Pertanyaan terakhir
saya ke beliau. “Percayalah Rif, masih banyak orang-orang baik di negara ini”.
Retoris sekali jawaban ini bagi saya, karena kenyataannya saya susah menemukan
orang yang benar-benar baik pada dunia politik atau pengadaan barang dan jasa.
Adanya embel-embel uang dan kekuasaan merubah segalanya. Yang putih bisa menjadi
hitam dan yang hitam bisa menjadi putih.
Sampai pada akhirnya saya sadar,
begitu tidak dewasanya jika saya menyalahkan keadaan dan menyerah begitu saja
melihat keburukan ini. Kompromi pada setiap diri adalah relatif. Berlaku bagi
orang lain, tapi belum tentu berlaku atau sesuai dengan keinginan atau hati
nurani kita. Jawaban atas kompromi itu ada pada diri kita sejauh mana kita
memutuskan mana yang hitam dan mana yang putih. Saya akhirnya memahami kalimat
retoris bahwa masih banyak orang baik di negara ini. Iya masih sangat banyak
orang baik di negara ini.
Marah dengan keadaan tapi diam
tanpa melakukan perubahan sekecil apapun adalah hal paling bodoh yang hanya
dilakukan oleh pecundang. Dan seorang pemenang akan tetap melangkah meski dia
tak tau bisa atau tidak melewati tembok besar yang ada di depannya. Karena dia
yakin bahwa Allah tidak akan pernah membebani manusia di luar batas kemampuan
yang dimiliki. Sekecil apapun ikhtiar yang bisa kita lakukan, KITA HANYA PERLU
TERUS MELANGKAH !
22:56
Bandung, 05 Februari 2013.
Komentar
Posting Komentar