Berdamai dengan Keadaan


Kepekaan sosial itu ada dalam diri setiap manusia. Tak ubahnya bakat seseorang kepekaan itu bisa ada jika ia terus dipelihara ada lingkungan yang mendukungnya, dan tentu ada contoh yang bisa membuatnya yakin bahwa ia penting untuk dipertahankan dan digunakan untuk mendukung kesuksesan hidup manusia dalam arti seutuhnya.

Kenyataan ini yang membuatku semakin sadar bahwa keadaan dan tauladan yang membuat kepekaan sosial masyarakat yang terkenal dengan rasa gotong royongnya ini hari demi hari terus luntur. Bukan bermaksud untuk menyalahkan keadaan tapi harusnya kita lebih bijak dan mencari solusi terbaik atas keadaan ini. Tapi sekali lagi, itupun kembali pada individu yang menganggap kepekaan sosial atau semangat berbagi itu penting untuk dipelihara. Ahhhh.. terlihat complicated tapi semoga kita yang masih dikasih pemahaman bahwa kepekaan sosial itu penting bisa terus mempertahankan dan menularkan semangat ini sampai kita sudah tak ada lagi di dunia ini.

Ada pemahaman yang menarik dari agama yang aku yakini bahwa Allah bilang dalam al qu'an bahwa Dia tidak akan merubah kaum sebelum kaum itu merubah dirinya sendiri. (QS 13:11). Mencaci maki keadaan, menyalahkan keadaan, atau menyalahkan siapapun tentu tidak akan bisa merubah keadaan jika kita tetap tidak melakukan apa-apa. Berharap negeri ini bersih dari sampah tapi kita masih sering membuang sampang tidak pada tempatnya, berharap negeri ini ramah tapi kita seringkali tidak ramah dengan orang yang ada di sekitar kita, berharap negeri ini damai tapi kita seringkali menciptakan ketidakharmonisan pikiran dengan hati. Jadi pantaskah kita menyalahkan keadaan?

Peka terhadap kebutuhan sesama, berbagi tanpa berharap pamrih, dan semangat berbagi lainnya bisa menjadi solusi kita untuk setidaknya memberikan warna positif bagi perjalanan negeri ini. Jika kita tak punya kekuasaan untuk merubah keadaan, jangan kita biarkan hati dan nurani kita digenggam oleh keadaan. Optimisme itu realistis bukan utopis. Berharap perubahan tanpa tindakan sama saja menabur gula dalam lautan. Ada banyak hal yang bisa kita lakukan, agamaku mengajarkan jika kita melihat suatu keburukan maka ingatkan orang tersebut dengan tangan, dan jika tidak mampu maka dengan ucapan, dan jika tetap tidak mampu maka ingatkan dengan hati. Allah tidak akan pernah medzolimi kita. Lakukan apa yang bisa kita lakukan. Berhenti untuk mengeluh, menyalahkan keadaan, mencaci maka keadaan, dan berpikir untuk terus mencari solusi terbaik sebatas yang kita mampu sebagai insan terbaik yang Allah ciptakan di dunia ini.

Kesalahan terbesar kita adalah menghilangkan kepekaan sosial dan semangat berbagi yang ada dalam diri kita. Rutinitas dalam dunia pekerjaan memang seringkali melupakan kita bahwa ada orang lain yang butuh bantuan kita. Kemiskinan dan kekayaan adalah suatu hal yang pasti dalam kehidupan ini. Akan selalu ada orang kaya dan miskin di dunia ini. Dan memang bukan kekayaan atau kemiskinan yang menjadi tolak ukur manusia baik atau tidak menurut penilaian Tuhan. Tuhan hanya memerintahkan jika kita berlebih maka berbagilah dan jika kita kekurangan maka syukurilah tanpa mengurangi ikthiar untuk terus berharap pada kehidupan yang lebih baik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Belajar dari “Ketidakbisingan” Yogyakarta

UN Berbasis Minat dan Bakat, Kenapa Tidak?

Imajinasi Percakapan Ayah dan Anak