Kemanakah Indonesianisme itu?


Masih ingatkah Anda dengan kalimat ini : “Indonesia itu Negara yang terkenal dengan keramahtamahannya.” Atau “Indonesia itu Negara yang menjunjung tinggi nilai sopan santun.” Dan  mungkin Anda juga masih ingat kalimat ini : “Indonesia adalah bangsa timur yang sangat kuat memegang nilai-nilai moral.”

Terus terang saya sangat bangga dengan identitas itu. Lebih dari bangga sampai saya menginternalisasikan identitas itu sebagai sesuatu yang identik dengan paham. Mungkin lebih tepatnya semua identitas itu bernaung pada suatu paham ke-Indonesianisme. Entah ada atau tidak tapi saya suka menyebut hal itu sebagai sesuatu yang tidak jauh berbeda dengan suatu paham atau isme-isme lain dalam arti yang lebih dikenal masyarakat.

Saya tidak tahu pastinya, tapi kenyataannya bahwa waktu telah mampu merubah semuanya. Saya tidak mau berpusing-pusing memikirkan tokoh di balik waktu yang telah mampu merubah semua identitas yang selama ini melekat pada negara yang kaya raya ini. Silahkan Anda analisis dan simpulkan sendiri. Terlalu banyak orang yang telah menjadikannya sebagai obyek penelitian dan bahkan sampai menjadikannya buku rujukan bagi mereka yang ingin memperoleh gelar sarjana ilmu sosial atau sarjana ilmu politik.

Dalam tulisan ini saya hanya ingin menyampaikan bahwa identitas itu telah menjauh dan bahkan sedikit demi sedikit menghilang oleh waktu yang terus berjalan.

Lalu kemana ujung perjalanan identitas-identitas penting, sebagai bagian dari paham Indonesia atau Indonesianisme itu? Benarkah ia kalah dengan keadaan? Ataukah identitas-identitas itu bercampur atas nama akulturasi kebudayaan? Saya pribadi tidak tahu harus menjawab apa selain itu juga karena saya kesulitan menjawab pertanyaan yang berpotensi dijawab atas dasar pembenaran.

Perjalanan memang akan selalu membawa perubahan. Seminim apapun perubahan itu. Pasti yang namanya perjalanan selalu membawa perubahan. Setidak-tidaknya perubahan waktu yang ditempuh selama perjalanan itu. Bahwa waktu tidak akan pernah kembali ke masa lampau. Pun begitu dengan perjalanan negara ini. Berada di kilometer berapa, saya yakin Pak SBY juga pasti tidak mampu menjawabnya. Paling banter jawabannya adalah Indonesia telah mengalami perkembangan di sektor ekonomi dan dilanjutkan dengan jawaban-jawaban diplomatis lainnya.

Apapun kenyataan yang harus kita terima, pertanyaan besar bagi para penghuni negara ini adalah, sudah benarkah perjalanan yang kita lalui selama ini? Bergerak ke arah positif atau negatifah kita saat ini?

Silahkan renungkan sendiri dengan pembanding masa lalu. Apapun masa lalu itu. Catatan besar bagi saya, Anda, dan kita semua adalah kita bagian dari perjalanan negara ini. Jika identitas-identitas itu telah menjauh dan bahkan hilang, bisa jadi kita ikut andil dalam bagian itu. Yang jelas menyalahkan keadaan, menyalahkan orang, menyalahkan para pemangku amanah, hanya akan memperkeruh suasana. Tak ada salahnya kita yang mencoba segala sesuatunya sesuai dengan perjalanan yang dicita-citakan negara ini. Jangan pernah berharap Indonesia berubah jika kita hanya berpangku tangan menerima kenyataan dengan apa yang terjadi pada negara ini. Just do it! Mari kita terus berjalan menuju mimpi-mimpi besar yang akan terus menjadi bahan bakar sampai kelak kita mampu tersenyum melihat perjuangan yang telah kita lakukan. Everything is possible begitulah kira-kira ungkapan orang bijak. Bagi orang yang percaya Tuhan, tidak ada yang tidak mungkin jika Tuhan berkehendak. Bagi mereka yang tidak percaya Tuhan, keyakinan kalian menolak kehadiran Tuhan membuktikan bahwa kalian jauh lebih hebat dari Tuhan.

16.03 wib
22 Desember 2011
Surabaya, Lantai 11 Cbc 26





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Belajar dari “Ketidakbisingan” Yogyakarta

UN Berbasis Minat dan Bakat, Kenapa Tidak?

Imajinasi Percakapan Ayah dan Anak