Tetap (Harus) Belajar Objektif

Hingar-bingar Pilpres 2019 sudah mulai terasa panasnya. Perdebatan apapun, dimanapun dan kapanpun seringkali berujung pada Jokowi lanjut 2 periode atau cukup 1 periode saja. Tak patut sepertinya kita sebagai bangsa yang berbudaya dan beragama ikut larut dalam perdebatan tak berujung seperti yang dipertontokan Bung Adian Napitulupu dan Bung Mardani Ali Sera di acara ILC beberapa hari yang lalu.

Setiap orang memiliki perspektif tersendiri terhadap suatau kebenaran yang diyakini, dan seringkali kesalahan terbesar seorang yang mengaku pintar adalah memaksakan perspektifnya agar setiap orang mengakui kebenarannya. Mustahil.

Saya pribadi sebagai warga negara Indonesia, Kader Pramuka, Muslim, Pekerja NGO - (perlu saya sebutkan agar latar belakang ini memperjelas posisi saya), mengakui bahwa Presiden Jokowi layak untuk diapresiasi. Apa yang telah beliau lakukan banyak membawa catatan positif dalam perjalanan negara ini. Sebut saja beberapa hal berikut ini :
  1. Dukungan diplomatis terhadap Palestina 
  2. Pembangunan daerah perbatasan 
  3. Revitalisasi proyek infrastruktur yang selama ini mandeg digenjot selama periode beliau. (Jalan tol, waduk, jembatan, Trans Papua, Trans Sumatera, jalur kereta api dsbgainya). 
  4. Tol laut 
  5. Concern terhadap pembangunan Indonesia Timur 
  6. Sertifikat tanah 
Apalagi ya? Saya pikir itu yang nampak dan terasa bagi masyarakat. Tentu tetap saja akan ada banyak orang yang tidak setuju, tapi paling tidak jika kita melihat data dan fakta dari tahun-tahun sebelumnya, beberapa poin di atas memang cukup sebagai poin plus pada pemerintahan era ini.

Lantas dengan beberapa catatan di atas apakah Presiden Jokowi layak untuk kita pilih pada pilpres 2019 nanti? Perlu kita pertimbangkan untuk melihat sisi negatif selama kepemimpinan beliau. Beberapa hal yang menurut saya patut untuk digaris bawahi adalah sebagai berikut :
  1. Harga sembako trendnya naik yang seringkali tidak berbanding lurus dengan penghasilan "wong cilik." 
  2. Tarif dasar listrik terus mengalami kenaikan. 
  3. BBM jenis premium langka dan masyarakat "dipaksa" menggunakan pertalite. 
  4. Utang negara terus mengalami kenaikan. 
  5. Sering terjadi kegaduhan yang berimplikasi pada tersudutnya salah satu agama di negara ini. 
  6. Penegakan hukum masih nampak tajam ke bawah tumpul ke atas. 
  7. Komitmen pemberantasan korupsi tidak nampak sepenuh hati. Terbukti pada kasus yang menimpa Novel Baswedan. 
  8. Komitmen tidak mau bagi-bagi kekuasaan di awal pemerintahan luntur dalam perjalanan 4 tahun ini. 
  9. Arah kebijakan luar negeri yang nampak sangat "China sentris." Termasuk di dalamnya perihal tenaga kerja asing. 
  10. Nampak seperti rezim antikritik. 
  11. Komitmen terhadap pembangunan karakter bangsa sangat tidak nampak dilihat dari perspektif dunia pertelevisian. Terlalu banyak tontonan tidak bermutu dan menghancurkan moral, tapi sepertinya tidak mendapatkan perhatian dari kepemimpinan Pak Jokowi. 
Apalagi ya? Sepertinya beberapa hal di atas juga cukup menggambarkan catatan negatif selama kepemimpinan beliau. Poinnya adalah kita sebagai warga negara harus lebih objektif menilai. Tidak emosional dalam mendukung maupun sebaliknya.

Pilpres 2019 akan sangat menentukan selama 5 tahun selanjutnya. Jika memang prestasi Pak Jokowi menurut kita mampu menutupi catatan negatif dan yakin membawa Indonesia ke arah yang lebih baik, pilih Jokowi. Tapi jika hati kecil kita berkata bahwa catatan negatif tersebut akan semakin parah jika Jokowi menjabat di periode kedua, jangan pilih Jokowi.

Saya pribadi menilai bahwa JIKA Jokowi masih dengan gaya dan konstelasi politik seperti yang ditampilkan saat ini, saya pikir kita patut berusaha serius mencari presiden lain untuk Pilpres 2019 nanti. Alasannya jelas, identitas pro wong cilik yang selama ini digaungkan nampak sekali kebijakan yang dikeluarkan tidak memihak bagi mereka. Belum lagi gesekan antar umat beragama yang seringkali tidak mampu dikelola secara optimal akibatnya sering terjadi kegaduhan yang sifatnya sensitif. Menurut saya Presiden Jokowi layak dipilih untuk periode selanjutnya jika :
  1. Melepaskan bayang-bayang Megawati, termasuk mengganti Ibu Puan Maharani dengan putra-putri terbaik bangsa ini. Alasanya karena tidak ada catatan prestatif selama beliau menjadi menteri. 
  2. Memilih pendamping alias wakil presiden yang mampu diterima atau menjadi representasi umat agama Islam. Bukan karena persoalan sara, tapi lebih kepada bagaimana rakyat Indonesia yang beragama Islam terwakili kepentingan dan aspirasinya dengan tetap mengutamakan kepentingam bangsa. 
  3. Menghentikan kerja sama dengan negara lain yang melibatkan tenaga asing, terutama China. Selain akan menambah jumlah pengangguran di Indonesia, juga sangat potensial akan memunculkan gesekan sosial. 
Kalau prasyarat minimal seperti di atas tidak bisa dipenuhi, saya sepertinya yakin bahwa Presiden Jokowi harus ikhlas menyerahkan tampuk kepemimpinan kepada kandidat lain. Untuk Indonesia yang lebih baik. Duet Pak Gatot dan TGB Zainul sepertinya bagus menjadi opsi pengganti. Mungkin saja.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Belajar dari “Ketidakbisingan” Yogyakarta

UN Berbasis Minat dan Bakat, Kenapa Tidak?

Imajinasi Percakapan Ayah dan Anak