DANA DESA, ATM KORUPTOR SELANJUTNYA?

Menyoal UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa

Paradigma pembangunan semenjak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa memang telah beralih dari Kabupaten/Kota menjadi berbasis Desa. Keinginan untuk memeratakan pembangunan berbasis desa, tentu suatu upaya yang harus kita dukung karena jika UU Desa ini berhasil diwujudkan, kesejahteraan tidak lagi terpusat di kota, melainkan juga di desa.

Persoalan selanjutnya, apakah Desa saat ini siap mengelola gelontoran dana yang nilainya bervariasi antara ratusan juta hingga miliaran rupiah tersebut? Jika melihat fakta diterapkannya konsep otonomi daerah semenjak era reformasi, tentu banyak keraguan tentang kesiapan Desa mengelola suntikan dana sebagai kewajiban negara setelah disahkannya UU Desa. Data Kementerian Dalam Negeri mencatat ada kurang lebih 343 Kepala Daerah yang berperkara hukum, baik di Kejaksaan, Kepolisian, maupun KPK. Sedangkan total kasus yang masuk di KPK sejumlah 64 kasus korupsi dan sebanyak 51 kasus sudah diputuskan pengadilan. Hal ini menjadi rapor merah bagi Kabupaten/Kota yang notabene tempat bernaung alias “induk” Desa. Sama halnya dengan potensi penyalahgunaan dana APBD, APBDes juga sangat berpotensi untuk disalahgunakan. Tidak bisa dipungkiri bahwa fakta di lapangan menunjukkan kemampuan aparatur Desa masih jauh dari harapan. Bisa kita bayangkan jika pengelolaan layanan administrasi saja aparat Desa seringkali kwalahan, apalagi berurusan dengan pengelolaan keuangan yang jumlahnya sangat besar.
Radar Banyuwangi, 13 Februari 2016

Pemerintah Daerah juga seharusnya benar-benar memerhatikan potensi negatif ini, jangan sampai basis korupsi terus beranak-pinak. Yang dahulu korupsi tersentral di Pemerintah Pusat beralih ke Pemerintah Daerah, kemudian beralih lagi ke Pemerintah Desa. Kemudian, jika semua potensi penyalahgunaan dana Desa telah teratasi, persoalan selanjutnya adalah pembangunan seperti apa yang menjadi road map di Desa. Apakah pembangunan yang identik dengan keberadaan mall, perumahan mewah, atau jalan yang semua diaspal? Harus kita akui pembangunan di Indonesia masih identik dengan hal-hal tersebut. Kabupaten/Kota yang maju seringkali identik dengan banyaknya mall, perumahan mewah, ataupun gedung-gedung bertingkat. Jangan sampai keberadaan Desa beralih fungsi menjadi Kota. Kepala Desa berlomba-lomba menarik investor untuk membangun pusat perbelanjaan atau bahkan perumahan mewah dengan dalih membangun Desa.

Tantangan Kabupaten Banyuwangi

Lantas bagaimana dengan desa-desa di Kabupaten Banyuwangi? Pemerintah Kabupaten Banyuwangi melalui situs resminya menjelaskan bahwa total bantuan dana desa dari Pemerintah Pusat yang disalurkan melalui APBD sebesar 59,8 Miliar Rupiah dan dibagi untuk 189 desa. Masih menurut sumber yang sama, dana ini di luar alokasi dana desa yang bersumber dari APBD murni dengan total 61,9 Miliar Rupiah untuk 189 desa. Sebagian besar alokasi dana desa diperuntukkan untuk penghasilan tetap gaji aparat desa (60%) sisanya untuk untuk operasional desa dan pemberdayaan masyarakat. Jadi total peruntukkan dana dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi untuk desa sebesar 121,7 Miliar Rupiah. Jumlah yang tentu sangat besar dan besar pula potensi penyalahgunaannya.

Pemerintah pusat sebenarnya telah mengeluarkan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 5 Tahun 2015 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2015. Peraturan ini menjadi semacam petunjuk teknis bagi penggunaan dana desa. Persoalan yang mendasar adalah seberapa banyak Kepala Desa di Kabupaten Banyuwangi yang memahami regulasi tentang penggunaan dana desa ini? Selain itu juga, seberapa jauh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi melakukan monitoring terhadap penggunaan dana desa. Patut kita cermati apakah penggunaan dana desa tersebut benar-benar tepat sasaran. Penggunaan dana tanpa visi pembangunan yang jelas hanya akan menjadi kebutuhan administrasi.

Sudah saatnya Bupati terpilih melakukan pemetaan sumber daya yang ada di masing-masing desa. Hal ini sangat penting untuk memastikan road map Pemerintah Kabupaten Banyuwangi sesuai dengan road map Pemerintah Desa. Jangan sampai hanya karena ketamakan oknum, kita merelakan desa yang dahulu terkenal dengan potensi padinya, beralih menjadi desa dengan identitas tempat hunian mewah, atau desa yang dulunya terkenal dengan obyek pariwisatanya beralih menjadi desa tempat penambangan minerba. Telah banyak peristiwa yang membuktikan transaksi kekuasaan berdalih kesejahteraan masyarakat hanya berdampak pada bobroknya sistem tatanan pemerintahan. Sangat mungkin muncul mafia-mafia baru di tingkat desa melihat besarnya potensi uang yang berputar pada Pemerintah Desa.

Dengan segala hormat, Bupati terpilih dan semua masyarakat Banyuwangi, mari kita sama-sama mengawal penggunaan dana desa jangan sampai dana desa menjadi ATM Koruptor selanjutnya. Masyarakat desa yang terkenal dengan ketulusan hati dan budinya menjadi sosok yang pragmatis, oportunis dan serakah karena terkontaminasi praktik-praktik busuk oknum koruptor yang hanya ingin memperkaya diri sendiri. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Belajar dari “Ketidakbisingan” Yogyakarta

UN Berbasis Minat dan Bakat, Kenapa Tidak?

Imajinasi Percakapan Ayah dan Anak