18 Modus Operandi KKN di Sektor Pengadaan Barang/Jasa

gambar dari pesona-blogging
Menempati urutan kedua dalam sumbangsih kasus korupsi di Indonesia, pengadaan barang/jasa dinilai masih jalan di tempat pascareformasi tahun 1998. Perubahan dari manual ke elektronik tidak serta-merta mampu menjadikan pengadaan barang/jasa terbebas dari penyakit akut bernama KKN yang menjangkit bangsa ini. KPK merilis kasus-kasus korupsi di Indonesia selama tahun 2014 dan pengadaan barang/jasa menjadi runner up sebagai kasus terbanyak korupsi di Indonesia.

Tentu berbagai perubahan yang telah dilakukan baik pemerintah pusat maupun daerah tidak semuanya mengecewakan. Tapi fakta bahwa mendapat predikat kedua dalam kasus korupsi di Indonesia, menandakan masih banyak yang harus dievaluasi dari agenda besar pengadaan barang/jasa di Indonesia. Lantas kenapa kita merasa perlu dan penting untuk peduli terhadap pengadaan barang/jasa di Indonesia? Karena pengadaan barang/jasa berkontribusi besar terhadap penyerapan APBN dan APBD. Jadi siapapun yang mengaku berwarganegara Indonesia wajib hukumnya peduli terhadap pengadaan barang/jasa. Ada begitu banyak modus  yang digunakan oleh para oknum untuk mencuri uang negara melalui proses pengadaan barang/jasa. Menurut mantan Ketua KPK, Antasari Azhar, terdapat 18 modus operandi yang biasanya digunakan oleh oknum-oknum tersebut, diantaranya adalah sebagai berikut :
  1. Pengusaha menggunakan pengaruh pejabat pusat untuk "membujuk" Kepala Daerah/Pejabat Daeerah mengintervensi proses pengadaan dalam rangka memenangkan pengusaha, meninggikan harga atau nilai kontrak, dan pengusaha tersebut memberikan sejumlah uang kepada pejabat pusat maupun daerah
  2. Pengusaha memengaruhi Kepala Daerah/Pejabat Daerah untuk mengintervensi proses pengadaan agar rekanan tertentu dimenangkan dalam tender atau ditunjuk langsung, dan harga barang/jasa dinaikkan (mark up), kemudian selisihnya dibagi-bagikan
  3. Panitia pengadaan membuat spesifikasi barang yang mengarah ke merk atau produk tertentu dalam rangka memenangkan rekanan tertentu dan melakukan mark up harga barang atau nilai kontrak
  4. Kepala Daerah/Pejabat Daerah memerintahkan bawahannya untuk mencairkan dan menggunakan dana/anggaran yang tidak sesuai dengan peruntukannya kemudian mempertanggungjawabkan pengeluaran dimaksud dengan menggunakan bukti-bukti yang tidak benar atau fiktif
  5. Kepala Daerah/Pejabat Daerah memerintahkan bawahannya menggunakan dana/uang daerah untuk kepentingan pribadi koleganya, atau untuk kepentingan pribadi kepala/pejabat daerah yang bersangkutan, kemudian mempertanggungjawabkan pengeluaran-pengeluaran dimaksud dengan menggunakan bukti-bukti yang tidak benar, bahkan dengan menggunakan bukti-bukti yang kegiatannya fiktif
  6. Kepala Daerah menerbitkan peraturan daerah sebagai dasar pemberian upah pungut atau honor dengan menggunakan dasar peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yang tidak berlaku lagi
  7. Pengusaha, pejabat eksekutif, dan pejabat legislatif daerah bersepakat melakukan ruislag (pelepasan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan cara tukar menukar) atas aset Pemda dan melakukn mark down atas aset Pemda serta mark up atas aset pengganti dari pengusaha/rekanan
  8. Para Kepala Daerah meminta uang jasa (dibayar dimuka) kepada pemenang tender sebelum melaksanakan proyek
  9. Kepala Daerah menerima sejumlah uang dari rekanan dengan menjanjikan akan diberikan proyek pengadaan
  10. Kepala Daerah membuka rekening atas nama kas daerah dengan specimen pribadi (bukan pejabat dan bendahara yang ditunjuk), dimaksudkan untuk mepermudah pencairan dana tanpa melalui prosedur
  11. Kepala Daerah meminta atau menerima jasa giro/tabungan dana pemerintah yang ditempatkan pada bank
  12. Kepala Daerah memberikan izin pengelolaan sumber daya alam kepada perusahaan yang tidak memiliki kemampuan teknis dan finansial untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya
  13. Kepala Daerah menerima uang/barang yang berhubungan dengan proses perijinan yang dikeluarkannya
  14. Kepala Daerah/keluarga/kelompoknya membeli lebih dulu barang dengan harga yang murah kemudian dijual kembali kepada instansinya dengan harga yang sudah di-mark up
  15. Kepala Daerah meminta bawahannya untuk mencicilkan barang pribadinya menggunakan anggaran daerahnya
  16. Kepala Daerah memberikan dana kepada pejabat tertentu dengan beban kepada anggaran dengan alasan pengurusan DAU/DAK
  17. Kepala Daerah memberikan dana kepada DPRD dalam proses penyusunan APBD
  18. Kepala Daerah mengeluarkan dana untuk perkara pribadi dengan beban anggaran daerah.
        Delapan belas modus ini adalah yang paling sering digunakan oleh para oknum pencuri uang negara. Filtrasi yang dilakukan melalui Layanan Pengadaan Secara Elektonik (LPSE) dan Unit Layanan Pengadaan (ULP) sejauh ini masih belum optimal. Masih banyak celah yang bisa digunakan untuk mengakali atau mengintervensi proses pengadaan barang/jasa meskipun telah ada LPSE dan ULP . Sehingga sudah semestinya kita sebagai masyarakat lebih peduli dan berani melaporkan ke pihak berwajib jika kita menemukan adanya indikasi KKN dalam proses pengadaan barang/jasa. Bisa jadi para oknum nakal tersebut ada di sekitar atau bahkan dekat dengan kita. Berani jujur itu HEBAT!









Komentar

Postingan populer dari blog ini

Belajar dari “Ketidakbisingan” Yogyakarta

UN Berbasis Minat dan Bakat, Kenapa Tidak?

Imajinasi Percakapan Ayah dan Anak