Harus lebih Peduli terhadap Proses Lelang di Negara ini !

Menempati urutan kedua dalam sumbangsih kasus korupsi di Indonesia, pengadaan barang/jasa dinilai masih jalan di tempat pascareformasi tahun 1998. Perubahan dari manual ke elektronik tidak serta-merta mampu menjadikan pengadaan barang/jasa terbebas dari penyakit akut bernama KKN yang menjangkit bangsa ini. KPK merilis kasus-kasus korupsi di Indonesia selama tahun 2013 dan pengadaan barang/jasa menjadi runner up sebagai kasus terbanyak korupsi di Indonesia.

Tentu berbagai perubahan yang telah dilakukan baik pemerintah pusat maupun daerah tidak semuanya mengecewakan. Tapi fakta bahwa mendapat predikat kedua dalam kasus korupsi di Indonesia, menandakan masih banyak yang harus dievaluasi dari agenda besar pengadaan barang/jasa di Indonesia. Lantas kenapa kita merasa perlu dan penting untuk peduli terhadap pengadaan barang/jasa di Indonesia? Karena pengadaan barang/jasa berkontribusi besar terhadap penyerapan APBN dan APBD. Jadi siapapun yang mengaku berwarganegara Indonesia wajib hukumnya peduli terhadap pengadaan barang/jasa.

Melihat permasalahan pengadaan barang/jasa di Indonesia setidaknya kita bisa menggunakan tiga macam perspektif, pertama perspektif Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang bisa diterjemahkan juga sebagai wakil dari Pengguna Anggaran (PA) atau Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), kedua Unit Layanan Pengadaan (ULP) yang di dalamnya terdapat Kelompok Kerja (Pokja) dan ketiga adalah Penyedia Barang Jasa. Ketiga aktor ini adalah yang paling berperan dalam proses pengadaan barang/jasa di negara yang katanya “gemah ripah loh jinawi toto tentrem kerto raharjo” ini. Ketiga aktor yang mampu berperan sebagai malaikat berwujud manusia atau justru setan biadab berbentuk manusia. Karena pengadaan barang/jasa adalah ladang basah untuk sebuah pengabdian atau sebaliknya, ladang basah untuk pencurian.

Perspektif Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). PPK bisa diterjemahkan sebagai pemilik paket yang akan dilelangkan. Sederhananya PPK ini konsumen yang sedang butuh sesuatu, mereka yang membuat persyaratan dan mereka juga yang punya uang.

Kedua Perspektif Penyedia Barang/Jasa. Penyedia barang/jasa atau yang biasa dikenal di masyarakat sebagai kontraktor diterjemahkan sebagai penjual yang menawarkan barang. Prinsip penjual di hampir semua level adalah mendapatkan keuntungan dari setiap barang atau jasa yang ditawarkan. Hanya dalam praktiknya keuntungan tersebut didapat dari proses yang benar atau tidak.

Ketiga perspektif ULP/ Kelompok Kerja (Pokja). ULP yang didalamnya terdapat Pokja adalah pihak yang melakukan evaluasi terhadap permintaan paket yang diajukan oleh PPK. Mereka yang mengevaluasi bagaimana dokumen penawaran, teknis dan harga yang diajukan oleh para penyedia barang/jasa. Pokja dalam aturannya hanya bertanggungjawab sampai dengan penetapan pemenang sehingga pasca menetapkan pemenang secara kewenangan Pokja tidak lagi memiliki kewenangan.

Dari kasus yang pernah saya temui, potensi penyalahgunaan bisa muncul dari semua aktor dalam proses pengadaan barang/jasa. Dari PPK misalnya, seringkali untuk paket-paket tertentu sudah menitipkan pemenang kepada panitia lelang. Dengan modus tranksaksi di awal atau akhir proses lelang. Atau dari penyedia barang/jasa yang dengan terang-terangan bertranksasi dengan PPK. Saya punya contoh kasus yang bisa dijadikan pelajaran bagaimana modus salah satu Penyedia dan PPK dalam menyalahgunakan kewenangannya. Ada paket relatif kecil senilai Rp 7 Miliar, penyedia melakukan tranksaksi dengan PPK di “belakang layar.” Proses lelang berjalan sebagai mana prosedur yang ada namun setelah ditetapkan pemenang hasil lelang tidak sesuai dengan spesifikasi yang ada dalam persyaratan. PPK menutup diri melakukan pengawasan yang obyektif karena sudah ada transaksi di awal dengan pihak penyedia. Dari total nilai paket Rp 7 miliar yang terpakai hanya Rp 4 Miliar dan nilai Rp 3 Miliar tersebut yang menjadi bagian dari transaksi antara PPK dan Penyedia barang/jasa. Jadi bisa disimpulkan jika transaksi triliunan rupiah berapa banyak potensi uang rakyat yang bisa diselewengkan dalam proses pengadaan barang/jasa? Dan yang paling menyedihkan dari hasil diskusi saya dengan salah satu anggota LPJK, diprediksi 15-20 tahun ke depan akan ada bencana konstruksi besar-besaran. Jembatan, jalan, dan bangunan banyak yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan dalam dokumen. Hal ini karena banyak kontraktor yang menurunkan spesifikasi untuk memperbesar selisih keuntungan dari nilai paket yang diterima.

Jadi tidak ada alasan bagi kita untuk tidak peduli terhadap proses pengadaan barang/jasa yang ada di negara ini. Jika kita peduli terhadap pengadaan barang/jasa dan kritis terhadap prosesnya, potensi penyalahgunaan oleh aktor-aktor yang terlibat dalam proses pengaadaan barang/jasa bisa terus berkurang. Yang berarti kita bisa membantu bangsa ini mengurangi kasus korupsi yang telah lama menjangkit negara ini. Seperti yang disampaikan John F. Kennedy ,“jangan tanyakan apa yang negara berikan kepadamu, tapi tanyakan apa yang telah kamu berikan untuk negaramu.” Dan peduli terhadap pengadaan barang/jasa adalah salah satu cara berkontribusi untuk perbaikan negara ini. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Belajar dari “Ketidakbisingan” Yogyakarta

UN Berbasis Minat dan Bakat, Kenapa Tidak?

Imajinasi Percakapan Ayah dan Anak