“Tentang Partai (Islam),” katanya.
gambar diambil dari fauzanra23.wordpress.com |
Ada pertentangan yang begitu kuat
saat coba memahami cara dan strategi partai-partai Islam dalam menarik suara
dalam pemilu. Setiap partai memang punya strategi dan caranya masing-masing dan
bukan kapasitas saya untuk mencampuri strategi itu. Saya mencoba menuliskan “ketidakenakan”
dalam hati ini sebagai bentuk pertanyaan seorang awam yang mengidentitaskan
diri sebagai umat muslim.
Pertentangan ini muncul saat saya
melihat kenyataan bahwa partai-partai islam mengatasnamakan dakwah sebagai cara
atau strategi dalam memperoleh massa. Entah kenapa, saya begitu muak melihat
identitas-identitas partai yang menggunakan strategi dakwah untuk meraih
simpati umat. Saya mencoba mengkaji lebih dalam tentang
pertentangan-pertentangan yang saya rasakan ini. Membantu umat dengan
menyelipkan logo partai atau menyampaikan kebenaran dengan embel-embel pilih
partai yang bersangkutan. Sampai pada akhirnya muncul pertanyaan haruskah
identitas partai mengalahkan nilai ketulusan dan keikhlasan yang begitu kuat diajarkan
dalam islam? Kalaupun diatasnamakan syiar, saya belum pernah membaca dalam
sejarah politik Rosululloh SAW (dan tolong jika ada yang bisa membantu
menjelaskan jika pemahaman saya salah), Rosululloh SAW dalam berdakwah
mengisyaratkan baik secara langsung ataupun tidak langsung “pilih aku” sebagai
pemimpin umat. Bahkan dalam riwayat yang begitu terkenal, beliau memberi makan
seorang yang buta tanpa menyebutkan identitas siapa beliau. Meski beliau
dicacimaki, beliau tetap membantu seorang yang buta tersebut.
Logika sederhananya, andaikata Rosululloh
mencotohkan fenomena dakwah seperti saat ini, saya yakin Rosululloh di awal
atau akhir beliau saat memberikan makan seorang yang buta tersebut menyebutkan
identitas beliau. Tapi kenyataan tidak, Rosululloh lebih memilih untuk
berdakwah dengan suri tauladan, dengan perbuatan yang nyata tanpa sedikitpun
berharap imbalan dari obyek dakwah yang bersangkutan. Karena bagaimanapun saat
kita menyebutkan identitas, godaan syetan akan ketidaktulusan kita dalam
berdakwah memang sangat besar. Saya teringat definisi ikhlas dalam berdakwah
yang disampaikan Ustadz Yusuf Mansur. Sederhananya seperti ini, “kalau kita
niatkan sedekah sebagai bagian syi’ar, boleh kita tunjukkan ke masyarakat kita
sedekah Rp. 100.000. Tapi di luar syi’ar kita sedekah Rp 1.000.000 dan hanya
Allah yang tahu.” Artinya investasi amal perbuatan yang kita tunjukkan jauh
lebih kecil jika dibandingkan dengan amal perbuatan yang hanya diketahui oleh
kita dan Allah.
Well, kita balik dengan fenomena
yang ada. Semua orang yang terlibat dalam partai islam mengatasnamakan dakwah
dalam upayanya meraih simpati umat. Sayangnya marketing politik mereka justru
membuat nilai dakwah itu terdistorsi. Menjadi absurd, mana yang dakwah mana
yang hanya sekedar topeng. Silahkan menggunakan strategi ini untuk partai
selain yang menggunakan ideologi atau identitas Islam. Karena memang dalam
berpolitik, strategi pencitraan itu halal untuk digunakan. Tapi tolong dengan
sangat, bagi partai Islam jangan menggunakan strategi itu. Ke depankan
ketulusan dan niat lurus karena Allah dalam berpolitik. Jika perhitungan logika
manusia itu mustahil, biarkan Allah yang membantu kita. Bukankah dalam sejarah
juga sudah terbukti dalam beberapa perang besar, umat islam menang karena
keyakinan akan pertolongan Allah. Sampai saat ini saya berasumsi, bisa jadi
partai islam belum bisa memenangkan pemilu karena mungkin dalam aktivitasnya masih
ada kesombongan, ketidaktulusan, dan niat yang terkotori karena strategi-strategi
dalam berdakwahnya. Sekedar bertutur, semoga bermanfaat. Aamiin.
Komentar
Posting Komentar