Belajar Mengenal Hidup
Abdi masyarakat, dua kata ini
yang dulu ada di gambaran saya tentang siapa itu PNS. Pengabdian biasanya
identik dengan ketulusan dan entah terhipnotis oleh apa, saya selalu mengagumi
orang-orang yang tulus di dunia ini. Merasa mereka adalah puncak dari capaian
kebahagiaan yang oleh karenanya saya merasa perlu untuk mencotoh kehidupannya. Jika
boleh sedikit bercerita meskipun keinginan jadi PNS itu tidak begitu
mendominasi, tapi saya punya keinginan yang lebih terhadap individu-individu
yang berstatus PNS. Karena merasa merekalah yang seharusnya bertanggungjawab
pada perjalanan birokrasi di negara ini. Kesempatan itu tiba, saya bisa
mengenal secara lebih kehidupan PNS tanpa harus menjadi bagian yang terikat
seperti mereka. Tepatnya saat saya ada program pendampingan terkait dengan
reformasi pengadaan barang dan jasa di daerah.
Rasa ingin tahu yang agak
berlebihan mengantarkan saya pada hal-hal baru yang di luar nalar dan kata hati
saya. Tentu tidak semuanya dan saya masih berharap banyak PNS yang benar-benar
tulus bekerja melayani masyarakat bukan sekedar mencari uang. Amin.
Dua tempat yang saya ketahui
sementara ini memang tidak cukup untuk menyimpulkan PNS di negara ini dan
memang saya tidak ada maksud untuk mencari kesimpulan. Saya melakukan atas
dasar keingintahuan dan tentu sambil mencari rizky. Pelajaran yang saya
dapatkan berdasarkan pengalaman pendampingan dua tempat di ujung utara Pulau
Borneo adalah PNS secara klasifikasi terbagi atas dua golongan besar.
Golongan pertama, PNS “bertopeng.”
Kayak sinchan ya, bodoh ah,he. Golongan ini adalah mereka yang menghilangkan
identitas melekat PNS sebagai abdi negara. Memang dari tipikal mereka ini tidak
semuanya berdampak negatif pada perjalanan birokrasi di negara ini, dan malah
dalam beberapa hal mereka secara kinerja sangat memuaskan yang pada akhirnya
berujung pada pencapaian prestasi. PNS seperti ini adalah yang garis besarnya
kerja dengan catatan ada imbalan di luar gaji pokok. Entah dalam bentuk
insentif atau tunjangan-tunjangan lain. Turunan dari golongan ini adalah
diantaranya, PNS yang produktif asal ada insentif, PNS penjilat yang kerja jika
ada yang atasan, PNS proyek yang kerja jika dia terlbat dalam proyek, intinya
PNS tipe ini tidak berpikir panjang tentang hakekat dan nilai filosofis dari
kata PNS. Mereka tak berpikir panjang tentang makna abdi negara, yang mereka
lakukan adalah harus kerja karena sudah dibayar. Meski dalam pemahaman
klasifikasi ini, kerja yang dimaksud bisa dalam arti positif tapi juga negatif.
Golongan kedua, PNS sejati :D.
Istilahnya agak berlebihan, tapi saya sangat suka dengan kata sejati. Identik dengan
orang yang berkarakter. Saya menemukan golongan ini dalam kehidupan per-PNS-an.
Sayangnya mereka yang ada dalam bagian ini sangatlah minim dan seringkali tidak
memiliki kekuasaan yang cukup untuk mengubah suatu keadaan. Saya mengistilahkan
PNS sejati bagi mereka yang benar-benar memahami makna abdi negara. Pengabdi sebagai
subyek menurut pemahaman saya adalah dia yang berorientasi pada nilai
pengabdian sehingga tidak berpikir panjang tentang hasil yang akan diterima
dari apa yang telah di lakukan. Bekerja benar-benar untuk melayani masyarakat
meskipun tidak naif bahwa mereka juga uang untuk makan. Tapi disinilah seni
dari orang-orang yang termasuk dalam golongan ini. Kemampuan mereka menerima
keadaan atau dalam istilah Jawa nrima ing
pandum adalah salah kekuatan besar yang mereka miliki. Dari awal masuk
mereka sudah paham betul bahwa konsekuensi sebagai abdi negara seperti apa,
sehingga tidak berusaha memaksakan hal yang di luar ketentuan meski punya kuasa
untuk melakukan. Rizky adalah kebutuhan mereka tapi melayani masyarakat adalah
bagian dari kepuasan mereka. Sehingga mereka paham betul tidak akan mengambil
rizky yang akan melukai negara atau masyarakat yang mereka cintai.
Kesedihan saya yang teramat dalam
bukan karena saya belum punya istri,hhe, ditinggal selama-lamanya orang
terkasih, atau dalam hal rizky. Karena saya yakin sepenuhnya meski dalam
beberapa hal masih sering mengeluh, bahwa ketiga hal tersebut sudah ditakdirkan oleh Sang Maha
Pencipta. Kesedihan saya yang teramat dalam adalah ketika saya kesulita
menemukan orang tulus di negara ini. Tidak terkecuali di dunia birokrasi. Seringkali
semua serba matrealistis, semua serba topeng, semua terasa begitu semu. Padahal
hidup seperti apa, kita punya peranan dan andil besar untuk memilih. Allah
hanya menakdirkan dalam memilih hidup ada dua hal, kebaikan atau keburukan. Tentang
pilihan ini Allah mempersilahkan kita memilih yang mana dengan catatan kelak
kita harus mempertanggungjawabkan. Semoga kita senantiasa memilih pilihan yang
diridhoi dan membuat kita makin dekat dengan Allah. Karena pilihan yang
diridhoi Allah, adalah pilihan yang mutlak kebenarannya. Tetap semangat
memperbaiki negara ini dengan kemampuan dan jangkauan apapun yang kita miliki. Tak
perlu menunggu kaya untuk berbagi, tak perlu menunggu menjadi pejabat untuk
bermanfaat, dan tak menjadi perlu menjadi ahli untuk mengabdi.
Komentar
Posting Komentar