Naluri itu Bernama Kekuasaan

Naluri. Kata itu beberapa akhir ini kerap kali ada dalam pikiranku. Berbagai peristiwa yang saya alami dan mulai saya sadari seringkali tertuju pada kata itu “naluri.” Tak perlu membuka kamus besar Bahasa Indonesia untuk memahami kata ini karena memang kata ini sudah begitu akrab dengan telinga kita. Sesuatu hal yang ada di setiap mahluk yang disebut manusia. Kira-kira siapa ya yang pertama kali memperkenalkan terminologi manusia? Ah tapi bukan saatnya membahas masalah terminologi manusia.hhe Saya hanya ingin menulis tentang naluri !

Saya menyebut naluri sebagai sesuatu hal yang ada di alam bawah sadar manusia dan dia tanpa disuruh memiliki inisiatif untuk menggerakkan manusia. Sederhananya tanpa ilmu pun naluri itu ada dengan sendirinya. Misal kita suka sama orang itu bisa disebut naluri manusia, kita suka akan segala hal yang membingkai dunia bisa disebut juga sebagai naluri manusia. Kayaknya nggak usah memberikan contoh semua orang juga tau apa itu naluri,hhe. Maaf-maaf J

Jadi wajarkah bila ada pernyataan naluri manusia jika ada seorang laki-laki memperkosa wanita? Atau wajarkah itu naluri manusia jika ada orang yang mencuri harta negara? Yup jawabannya benar. Itu adalah bagian naluri manusia. Tapi ingat Allah menyediakan selain al qur’an dan as sunnah, Allah juga menyediakan hati untuk kita gunakan sebagai petunjuk dalam mengikuti naluri kita. Benar ataukah salah ketiga hal itu adalah rujukan yang insya Allah mujarab bagi siapapun. Emang tak mudah menggunakan hal itu tapi belajar dan terus belajar untuk percaya dan yakin akan hal itu adalah opsi yang paling bijak untuk mahluk yang penuh dengan kekurangan macam kita ini.

Saya beberapa hari ini memikirkan dua naluri yang cenderung potensi negatif jika tidak benar-benar menggunakan bingkai qur’an,hadist, dan hati. Naluri suka pada lawan jenis dan naluri kekuasaan. Naluri suka pada lawan jenis sebenarnya cukup jelas diatur dalam alqur’an dan as sunnah. Tinggal mahluk yang bernama manusia itu menjalankan apa yang telah dijelaskan meski tidak mudah. Sedangkan naluri kekuasaan bagi saya pribadi masih sangat multitafsir bagaimana alqur’an dan as sunnah mengarahkan naluri ini dalam praktek. Emmm sederhananya begini, kekuasaan dalam bingkai yang saya pahami seharusnya digunakan untuk memberikan manfaat bagi umat manusia dalam kerangka baik atau benar menurut apa yang telah dijelaskan dalam al qur’an dan al hadist. Tapi dalam penerapannya untuk mencapai kekuasaan sangat bergantung dengan apa yang sedang terjadi pada saat itu. Bisa jadi cara yang dijelaskan pada zaman dahulu tidak relevan untuk kita gunakan lagi pada saat ini. Atau juga sebaliknya. Pertanyaannya adalah bagaimana bingkai agama mengatur manusia dalam mencapai kekuasaan? saya sendiri juga kesulitan dalam menjawab pertanyaan ini. Saya lebih bisa memahaminya lewat suara hati. Maksud saya seperti ini, saya bisa melihat pencapaian kekuasaan seseorang yang menurut saya benar adalah saat apa yang dilakukan orang tersebut tidak merugikan dan membuat orang tersebut semakin tawadhu akan kekuasaan sejati yang ada dalam di alam ini. Ya kekuasaan Allah SWT. Secara keilmuwan yang didasarkan pada al qur’an dan as sunnah dalam kasus ini saya memang kurang begitu memahami, tapi bagi saya penggunaan penilaian hati dan logika pemahaman akan konsep tawadhu cukup membuat saya yakin bahwa benar atau salah jalan yang ditempuh oleh seorang manusia dalam mencapai kekuasaan.

Sederhananya jika ada manusia yang mencapai kekuasaan dengan merugikan orang atau membuat dia semakin angkuh dan sombong akan nilai dalam dirinya, bagi saya itu adalah kekuasaan yang tidak semestinya. Bagi saya kekuasaan yang diraih oleh manusia dengan cara semestinya adalah saat apa yang dilakukan oleh manusia tidak merugikan orang lain dan membuat manusia semakin tawadhu di hadapan Allah SWT. Dengan amanah yang manusia emban membuat dia semakin dekat dengan Allah bukan sebaliknya.

Salah satu alasan kenapa manusia diciptakan adalah agar manusia bisa menjadi khalifah di muka bumi ini. Menjadi pemimpin selaras dengan terminologi menjadi penguasa. Tak ada manusia yang sempurna di dunia ini maka dari itu al qur’an dan as sunnah memberikan penjelasan pada kita agar manusia saling mengingatkan satu sama lain. Jika seseorang merasa paling #ber dalam berbagai hal ada baiknya manusia yang lain mengingatkan. Karena itulah indahnya persaudaraan dalam islam. Rosul Muhammad SAW telah memberikan tauladan pada kita meskipun beliau adalah pemimpin terbesar di dunia namun beliau begitu tawadhu, begitu bersahaja, jauh dari kata sombong, angkuh atau kata-kata sepadan lainnya. Semoga kita sebagai umat Rosul Muhammad SAW bisa mencotoh suri tauladan beliau dan saling mengingatkan dalam bingkai Islam. Semoga Allah berkenan mengabulkan J

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Belajar dari “Ketidakbisingan” Yogyakarta

UN Berbasis Minat dan Bakat, Kenapa Tidak?

Imajinasi Percakapan Ayah dan Anak